Cari

Senin, 22 Juni 2009

GLUKOMA

GLUKOMA

A. DEFINISI
Glaukoma adalah suatu penyakit yang memberikan gambaran klinik berupa peninggian tekanan bola mata, penggaungan papil saraf optik dengan defek lapang pandangan mata.(Sidarta Ilyas,2000).
Galukoma adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler.( Long Barbara, 1996)

B. ETIOLOGI
Penyakit yang ditandai dengan peninggian tekanan intraokuler ini disebabkan oleh :
- Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan ciliary
- Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil

C. KLASIFIKASI
1. Glaukoma primer
- Glaukoma sudut terbuka
Merupakan sebagian besar dari glaukoma ( 90-95% ) , yang meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang secara lambat. Disebut sudut terbuka karena humor aqueousmempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan degeneratif jaringan rabekular, saluran schleem, dan saluran yg berdekatan. Perubahan saraf optik juga dapat terjadi. Gejala awal biasanya tidak ada, kelainan diagnose dengan peningkatan TIO dan sudut ruang anterior normal. Peningkatan tekanan dapat dihubungkan dengan nyeri mata yang timbul.
- Glaukoma sudut tertutup(sudut sempit)
Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara anatomis menyempit sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan menghambat humor aqueous mengalir ke saluran schlemm. Pergerakan iris ke depan dapat karena peningkatan tekanan vitreus, penambahan cairan di ruang posterior atau lensa yang mengeras karena usia tua. Gejala yang timbul dari penutupan yang tiba- tiba dan meningkatnya TIO, dapat berupa nyeri mata yang berat, penglihatan yang kabur dan terlihat hal. Penempelan iris menyebabkan dilatasi pupil, bila tidak segera ditangani akan terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat.
2. Glaukoma sekunder
Dapat terjadi dari peradangan mata , perubahan pembuluh darah dan trauma . Dapat mirip dengan sudut terbuka atau tertutup tergantung pada penyebab.
- Perubahan lensa
- Kelainan uvea
- Trauma
- bedah
3. Glaukoma kongenital
- Primer atau infantil
- Menyertai kelainan kongenital lainnya
4. Glaukoma absolut
Merupakan stadium akhir glaukoma ( sempit/ terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut .Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan eksvasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit.sering mata dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskulisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik.
Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta pada badan siliar, alkohol retrobulber atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.

Berdasarkan lamanya :
1. GLAUKOMA AKUT
a. Definisi
Glaukoma akut adalah penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan intraokuler yang meningkat mendadak sangat tinggi.
b. Etiologi
Dapat terjadi primer, yaitu timbul pada mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik mata depan yang sempit pada kedua mata, atau secara sekunder sebagai akibat penyakit mata lain. Yang paling banyak dijumpai adalah bentuk primer, menyerang pasien usia 40 tahun atau lebih.

c. Faktor Predisposisi
Pada bentuk primer, faktor predisposisinya berupa pemakaian obat-obatan midriatik, berdiam lama di tempat gelap, dan gangguan emosional. Bentuk sekunder sering disebabkan hifema, luksasi/subluksasi lensa, katarak intumesen atau katarak hipermatur, uveitis dengan suklusio/oklusio pupil dan iris bombe, atau pasca pembedahan intraokuler.
d. Manifestasi klinik
1). Mata terasa sangat sakit. Rasa sakit ini mengenai sekitar mata dan daerah belakang kepala .
2). Akibat rasa sakit yang berat terdapat gejala gastrointestinal berupa mual dan muntah , kadang-kadang dapat mengaburkan gejala glaukoma akut.
3). Tajam penglihatan sangat menurun.
4). Terdapat halo atau pelangi di sekitar lampu yang dilihat.
5). Konjungtiva bulbi kemotik atau edema dengan injeksi siliar.
6). Edema kornea berat sehingga kornea terlihat keruh.
7). Bilik mata depan sangat dangkal dengan efek tyndal yang positif, akibat timbulnya reaksi radang uvea.
8). Pupil lebar dengan reaksi terhadap sinar yang lambat.
9). Pemeriksaan funduskopi sukar dilakukan karena terdapat kekeruhan media penglihatan.
10). Tekanan bola mata sangat tinggi.
11). Tekanan bola mata antara dua serangan dapat sangat normal.
e. Pemeriksaan Penunjang
Pengukuran dengan tonometri Schiotz menunjukkan peningkatan tekanan.
Perimetri, Gonioskopi, dan Tonografi dilakukan setelah edema kornea menghilang.
f. Penatalaksanaan
Penderita dirawat dan dipersiapkan untuk operasi. Dievaluasi tekanan intraokuler (TIO) dan keadaan mata. Bila TIO tetap tidak turun, lakukan operasi segera. Sebelumnya berikan infus manitol 20% 300-500 ml, 60 tetes/menit. Jenis operasi, iridektomi atau filtrasi, ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaab gonoskopi setelah pengobatan medikamentosa.

2. GLAUKOMA KRONIK
a. Definisi
Glaukoma kronik adalah penyakit mata dengan gejala peningkatan tekanan bola mata sehingga terjadi kerusakan anatomi dan fungsi mata yang permanen.
b. Etiologi
Keturunan dalam keluarga, diabetes melitus, arteriosklerosis, pemakaian kortikosteroid jangka panjang, miopia tinggi dan progresif.
c. Manifestasi klinik
Gejala-gejala terjadi akibat peningkatan tekanan bola mata. Penyakit berkembang secara lambat namun pasti. Penampilan bola mata seperti normal dan sebagian tidak mempunyai keluhan pada stadium dini. Pada stadium lanjut keluhannya berupa pasien sering menabrak karena pandangan gelap, lebih kabur, lapang pandang sempit, hingga kebutaan permanen.
d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tekanan bola mata dengan palpasi dan tonometri menunjukkan peningkatan. Nilai dianggap abnormal 21-25 mmHg dan dianggap patologik diatas 25 mmHg.
Pada funduskopi ditemukan cekungan papil menjadi lebih lebar dan dalam, dinding cekungan bergaung, warna memucat, dan terdapat perdarahan papil. Pemeriksaan lapang pandang menunjukkan lapang pandang menyempit, depresi bagian nasal, tangga Ronne, atau skotoma busur.
e. Penatalaksanaan
Pasien diminta datang teratur 6 bulan sekali, dinilai tekanan bola mata dan lapang pandang. Bila lapang pandang semakin memburuk,meskipun hasil pengukuran tekanan bola mata dalam batas normal, terapi ditingkatkan. Dianjurkan berolahraga dan minum harus sedikit-sedikit.


D. PATHWAY GLAUKOMA


E. ASUHAN KEPERAWATAN
1). Pengkajian
a) Aktivitas / Istirahat :
Perubahan aktivitas biasanya / hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
b) Makanan / Cairan :
Mual, muntah (glaukoma akut)


c) Neurosensori :
Gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/merasa di ruang gelap (katarak).
Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer, fotofobia(glaukoma akut).
Perubahan kacamata/pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda :
Papil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan.
Peningkatan air mata.
d) Nyeri / Kenyamanan :
Ketidaknyamanan ringan/mata berair (glaukoma kronis)
Nyeri tiba-tiba/berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala (glaukoma akut).
e) Penyuluhan / Pembelajaran
Riwayat keluarga glaukoma, DM, gangguan sistem vaskuler.
Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor (contoh: peningkatan tekanan vena), ketidakseimbangan endokrin.
Terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas fenotiazin.
2). Pemeriksaan Diagnostik
(1) Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan) : Mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, aquous atau vitreus humor, kesalahan refraksi, atau penyakit syaraf atau penglihatan ke retina atau jalan optik.
(2) Lapang penglihatan : Penurunan mungkin disebabkan CSV, massa tumor pada hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau glaukoma.
(3) Pengukuran tonografi : Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25 mmHg)
(4) Pengukuran gonioskopi :Membantu membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glaukoma.
(5) Tes Provokatif :digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal atau hanya meningkat ringan.
(6) Pemeriksaan oftalmoskopi:Mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma.
(7) Darah lengkap, LED :Menunjukkan anemia sistemik/infeksi.
(8) EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan aterosklerosisi,PAK.
(9) Tes Toleransi Glukosa :menentukan adanya DM.

F. Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi
a. Nyeri b/d peningkatan tekanan intra okuler (TIO) yang ditandai dengan mual dan muntah.
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
- pasien mendemonstrasikan pengetahuan akan penilaian pengontrolan nyeri
- pasien mengatakan nyeri berkurang/hilang
- ekspresi wajah rileks
Intervensi :
- kaji tipe intensitas dan lokasi nyeri
- kaji tingkatan skala nyeri untuk menentukan dosis analgesik
- anjurkan istirahat ditempat tidur dalam ruangan yang tenang
- atur sikap fowler 300 atau dalam posisi nyaman.
- Hindari mual, muntah karena ini akan meningkatkan TIO
- Alihkan perhatian pada hal-hal yang menyenangkan
- Berikan analgesik sesuai anjuran
b. Gangguan persepsi sensori : penglihatan b.d gangguan penerimaan;gangguan status organ ditandai dengan kehilangan lapang pandang progresif.
Tujuan : Penggunaan penglihatan yang optimal
Kriteria Hasil:
- Pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan
- Pasien akan mempertahankan lapang ketajaman penglihatan tanpa kehilangan lebih lanjut.
Intervensi :
- Pastikan derajat/tipe kehilangan penglihatan
- Dorong mengekspresikan perasaan tentang kehilangan / kemungkinan kehilangan penglihatan
- Tunjukkan pemberian tetes mata, contoh menghitung tetesan, menikuti jadwal, tidak salah dosis
- Lakukan tindakan untuk membantu pasien menanganiketerbatasan penglihatan, contoh, kurangi kekacauan,atur perabot, ingatkan memutar kepala ke subjek yang terlihat; perbaiki sinar suram dan masalah penglihatan malam.
- Kolaborasi obat sesuai dengan indikasi
c. Ansitas b. d faktor fisilogis, perubahan status kesehatan, adanya nyeri, kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan ditandai dengan ketakutan, ragu-ragu, menyatakan masalah tentang perubahan kejadian hidup.
Tujuan : Cemas hilang atau berkurang
Kriteria Hasil:
- Pasien tampak rileks dan melaporkan ansitas menurun sampai tingkat dapat diatasi.
- Pasien menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah
- Pasien menggunakan sumber secara efektif
Intervensi :
- Kaji tingkat ansitas, derajat pengalaman nyeri/timbul nya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini.
- Berikan informasi yang akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan bahwa pengawasan dan pengobatan mencegah kehilangan penglihatan tambahan.
- Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan.
- Identifikasi sumber/orang yang menolong.

d. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan b.d kurang terpajan/tak mengenal sumber, kurang mengingat, salah interpretasi, ditandai dengan ;pertanyaan, pernyataan salah persepsi, tak akurat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah.
Tujuan : Klien mengetahui tentang kondisi,prognosis dan pengobatannya.
Kriteria Hasil:
- pasien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan.
- Mengidentifikasi hubungan antar gejala/tanda dengan proses penyakit
- Melakukan prosedur dengan benar dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi :
- Diskusikan perlunya menggunakan identifikasi,
- Tunjukkan tehnik yang benar pemberian tetes mata.
- Izinkan pasien mengulang tindakan.
- Kaji pentingnya mempertahankan jadwal obat, contoh tetes mata. Diskusikan obat yang harus dihindari, contoh midriatik, kelebihan pemakaian steroid topikal.
- Identifikasi efek samping/reaksi merugikan dari pengobatan (penurunan nafsu makan, mual/muntah, kelemahan,
jantung tak teratur dll.
- Dorong pasien membuat perubahan yang perlu untuk pola hidup
- Dorong menghindari aktivitas,seperti mengangkat berat/men dorong, menggunakan baju ketat dan sempit.
- Diskusikan pertimbangan diet, cairan adekuat dan makanan berserat.
- Tekankan pemeriksaan rutin.
- Anjurkan anggota keluarga memeriksa secara teratur tanda glaukoma.

DAFTAR PUSTAKA

1. Junadi P. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, FK-UI, 1982

2. Sidarta Ilyas, Ilmu Penyakit Mata, FKUI, 2000.

3. Long C Barbara. Medical surgical Nursing. 1992

4. Doungoes, marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed 3, EGC, Jakarta, 2000

5. Susan Martin Tucker, Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosisi dan Evaluasi. Ed 5 Vol3 EGC. Jakarta 1993

DIABETES MELLITUS

DIABETES MELLITUS

A. Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).

B. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)

C. Etiologi
1. Diabetes tipe I:
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga

D. Patofisiologi/Pathways




E. Tanda dan Gejala
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10. Neuropati viseral
11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
15. Penyakit koroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
17. Hipertensi
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
- Plasma vena
- Darah kapiler
Kadar glukosa darah puasa
- Plasma vena
- Darah kapiler

< 100
<80


<110
<90

100-200
80-200


110-120
90-110

>200
>200


>126
>110
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

G. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan

H. Pengkajian
? Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
? Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
? Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.

? Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
? Integritas Ego
Stress, ansietas
? Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
? Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
? Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan.
? Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
? Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
? Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

I. Masalah Keperawatan
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
2. Kekurangan volume cairan
3. Gangguan integritas kulit
4. Resiko terjadi injury

J. Intervensi
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak.
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
? Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
? Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
? Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
? Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.
? Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
? Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral.
? Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.
? Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.
? Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
? Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
? Kolaborasi dengan ahli diet.

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.

Intervensi :
? Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik
? Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
? Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas
? Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
? Pantau masukan dan pengeluaran
? Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung
? Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.
? Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur
? Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer).
Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan penyembuhan.
Kriteria Hasil :
Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
Intervensi :
? Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge, frekuensi ganti balut.
? Kaji tanda vital
? Kaji adanya nyeri
? Lakukan perawatan luka
? Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.
? Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

4. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan
Tujuan : pasien tidak mengalami injury
Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami injury
Intervensi :
? Hindarkan lantai yang licin.
? Gunakan bed yang rendah.
? Orientasikan klien dengan ruangan.
? Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
? Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi


DAFTAR PUSTAKA

Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani, Jakarta:EGC, 1997.

Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.

Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih, Jakarta : EGC, 1997.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.

Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.

Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2002

DEPRESI

DEPRESI



• MASALAH UTAMA Gangguan alam perasaan: depresi.

• PROSES TERJADINYA MASALAH

Depresi adalah suatu jenis alam perasaan atau emosi yang disertai komponen psikologik : rasa susah, murung, sedih, putus asa -dan tidak bahagia, serta komponen somatik: anoreksia, konstipasi, kulit lembab (rasa dingin), tekanan darah dan denyut nadi sedikit menurun.

Depresi merupakan gangguan alam perasaan yang berat dan dimanifestasikan dengan gangguan fungsi social dan fungsi fisik yang hebat, lama dan menetap pada individu yang bersangkutan.

Depresi disebabkan oleh banyak faktor antara lain : faktor heriditer dan genetik, faktor konstitusi, faktor kepribadian pramorbid, faktor fisik, faktor psikobiologi, faktor neurologik, faktor biokimia dalam tubuh, faktor keseimbangan elektrolit dan sebagai­nya.

Depresi biasanya dicetuskan oleh trauma fisik seperti penyakit infeksi, pembedah­an, kecelakaan, persalinan dan sebagainya, serta faktor psikik seperti kehilangan kasih sayang atau harga diri dan akibat kerja keras.

Depresi merupakan reaksi yang normal bila berlangsung dalam waktu yang pendek dengan adanya faktor pencetus yang jelas, lama dan dalamnya depresi sesuai dengan faktor pencetusnya. Depresi merupakan gejala psikotik bila keluhan yang bersangkutan tidak sesuai lagi dengan realitas, tidak dapat menilai realitas dan tidak dapat dimengerti oleh orang lain.







MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI

• Gangguan alam perasaan: depresi

• Data subyektif:

Tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas berbicara.Sering mengemukakan keluhan somatic seperti ; nyeri abdomen dan dada, anoreksia, sakit punggung,pusing. Merasa dirinya sudah tidak berguna lagi, tidak berarti, tidak ada tujuan hidup, merasa putus asa dan cenderung bunuh diri. Pasien mudah tersinggung dan ketidakmampuan untuk konsentrasi.



• Data obyektif:

Gerakan tubuh yang terhambat, tubuh yang melengkung dan bila duduk dengan sikap yang merosot, ekspresi wajah murung, gaya jalan yang lambat dengan lang­kah yang diseret.Kadang-kadang dapat terjadi stupor. Pasien tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur dan sering me­nangis. Proses berpikir terlambat, seolah-olah pikirannya kosong, konsentrasi tergang­gu, tidak mempunyai minat, tidak dapat berpikir, tidak mempunyai daya khayal Pada pasien psikosa depresif terdapat perasaan bersalah yang mendalam, tidak masuk akal (irasional), waham dosa, depersonalisasi dan halusinasi. Kadang-kadang pasien suka menunjukkan sikap bermusuhan (hostility), mudah tersinggung (irritable) dan tidak suka diganggu. Pada pasien depresi juga mengalami kebersihan diri kurang dan keterbelakangan psikomotor.

• Koping maladaptif

• DS : Menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan.

• DO : Nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls.

Mekanisme koping yang digunakan adalah denial dan supresi yang berlebihan .



• DIAGNOSA KEPERAWATAN

• Resiko mencederai diri berhubungan dengan depresi.

• Gangguan lam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptif.



• RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

• Tujuan umum: Klien tidak mencederai diri.

• Tujuan khusus

• Klien dapat membina hubungan saling percaya

Tindakan:

• Perkenalkan diri dengan klien dengan cara menyapa klien dengan ramah, baik verbal dan non verbal, selalu kontak mata selama interaksi dan perhatikan kebutuhan dasar klien.

• Lakukan interaksi dengan pasien sesering mungkin dengan sikap empati

• Dengarkan pemyataan pasien dengan sikap sabar empati dan lebih banyak memakai bahasa non verbal. Misalnya: memberikan sentuhan, anggukan.

• Perhatikan pembicaraan pasien serta beri respons sesuai dengan keinginannya

• Bicara dengan nada suara yang rendah, jelas, singkat, sederhana dan mudah dimengerti

• Terima pasien apa adanya tanpa membandingkan dengan orang lain.



• Klien dapat menggunakan koping adaptif

• Beri dorongan untuk mengungkapkan perasaannya dan mengatakan bahwa perawat memahami apa yang dirasakan pasien.

• Tanyakan kepada pasien cara yang biasa dilakukan mengatasi perasaan sedih/menyakitkan

• Diskusikan dengan pasien manfaat dari koping yang biasa digunakan

• Bersama pasien mencari berbagai alternatif koping.

• Beri dorongan kepada pasien untuk memilih koping yang paling tepat dan dapat diterima

• Beri dorongan kepada pasien untuk mencoba koping yang telah dipilih

• Anjurkan pasien untuk mencoba alternatif lain dalam menyelesaikan masalah.



• Klien terlindung dari perilaku mencederai diri

Tindakan:

• Pantau dengan seksama resiko bunuh diri/melukai diri sendiri.

• Jauhkan dan simpan alat-alat yang dapat digunakan olch pasien untuk mencederai dirinya/orang lain, ditempat yang aman dan terkunci.

• Jauhkan bahan alat yang membahayakan pasien.

• Awasi dan tempatkan pasien di ruang yang mudah dipantau oleh peramat/petugas.



4. Klien dapat meningkatkan harga diri

Tindakan:

4.1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.

4.2. Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.

4.3. Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal: hubungan antar sesama, k eyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).



5. Klien dapat menggunakan dukungan sosial

Tindakan:

5.1. Kaji dan manfaatkan sumber-sumber ekstemal individu (orang-orang terdekat, tim pelayanan kesehatan, kelompok pendukung, agama yang dianut).

5.2. Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan, kepercayaan agama).

5.3. Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal : konseling pemuka agama).



• Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat

Tindakan:

6.1. Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat).

6.2. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat, dosis, cara, waktu).

6.3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan.

6.4. Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar

askep sinusitis

SINUSITIS


DEFINISI :
Sinusitis adalah : merupakan penyakit infeksi sinus yang disebabkan oleh kuman atau virus.

ETIOLOGI
a. Rinogen
Obstruksi dari ostium Sinus (maksilaris/paranasalis) yang disebabkan oleh :
• Rinitis Akut (influenza)
• Polip, septum deviasi
b. Dentogen
Penjalaran infeksidari gigi geraham atas
Kuman penyebab :
- Streptococcus pneumoniae
- Hamophilus influenza
- Steptococcus viridans
- Staphylococcus aureus
- Branchamella catarhatis




PATOFISILOLOGI







GEJALA KLINIS :
a. Febris, filek kental, berbau, bisa bercampur darah
b. Nyeri :
- Pipi : biasanya unilateral
- Kepala : biasanya homolateral, terutama pada sorehari
- Gigi (geraham atas) homolateral.
c. Hidung :
- buntu homolateral
- Suara bindeng.
CARA PEMERIKSAAN
a. Rinoskopi anterior :
- Mukosa merah
- Mukosa bengkak
- Mukopus di meatus medius.
b. Rinoskopi postorior
- mukopus nasofaring.
c. Nyeri tekan pipi yang sakit.
d. Transiluminasi : kesuraman pada ssisi yang sakit.
e. X Foto sinus paranasalis
- Kesuraman
- Gambaran “airfluidlevel”
- Penebalan mukosa

PENATALAKSANAAN :
a. Drainage
- Medical :
* Dekongestan lokal : efedrin 1%(dewasa) ½%(anak)
* Dekongestan oral :Psedo efedrin 3 X 60 mg
- Surgikal : irigasi sinus maksilaris.
b. antibiotik diberikan dalam 5-7 hari (untk akut) yaitu :
- ampisilin 4 X 500 mg
- amoksilin 3 x 500 mg
- Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet
- Diksisiklin 100 mg/hari.
c. Simtomatik
- parasetamol., metampiron 3 x 500 mg.
d. Untuk kromis adalah :
- Cabut geraham atas bila penyebab dentogen
- Irigasi 1 x setiap minggu ( 10-20)
- Operasi Cadwell Luc bila degenerasi mukosa ireversibel (biopsi)

TINJAUAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN :
1. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,,
2. Riwayat Penyakit sekarang :
3. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh nyeri kepala sinus, tenggorokan.
4. Riwayat penyakit dahulu :
- Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
- Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
- Pernah menedrita sakit gigi geraham

5. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.

6. Riwayat spikososial
a. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih0
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
7. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksanahidup sehat
- Untuk mengurangi flu biasanya klien menkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping
b. Pola nutrisi dan metabolisme :
- biasanya nafsumakan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung
c. Pola istirahat dan tidur
- selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek
d. Pola Persepsi dan konsep diri
- klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsepdiri menurun
e. Pola sensorik
- daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).

8. Pemeriksaan fisik
a. status kesehatan umum : keadaan umum , tanda viotal, kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data focus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).

Data subyektif :
1. Observasi nares :
a. Riwayat bernafas melalui mulut, kapan, onset, frekwensinya
b. Riwayat pembedahan hidung atau trauma
c. Penggunaan obat tetes atau semprot hidung : jenis, jumlah, frekwensinyya , lamanya.

2. Sekret hidung :
a. warna, jumlah, konsistensi secret
b. Epistaksis
c. Ada tidaknya krusta/nyeri hidung.

3. Riwayat Sinusitis :
a. Nyeri kepala, lokasi dan beratnya
b. Hubungan sinusitis dengan musim/ cuaca.
4. Gangguan umum lainnya : kelemahan

Data Obyektif
1. Demam, drainage ada : Serous
Mukppurulen
Purulen
2. Polip mungkin timbul dan biasanya terjadi bilateral pada hidung dan sinus yang mengalami radang  Pucat, Odema keluar dari hidng atau mukosa sinus
3. Kemerahan dan Odema membran mukosa
4. Pemeriksaan penunjung :
a. Kultur organisme hidung dan tenggorokan
b. Pemeriksaan rongent sinus.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri : kepala, tenggorokan , sinus berhubungan dengan peradangan pada hidung
2. Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis(irigasi sinus/operasi)
3. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan dengan obstruksi /adnya secret yang mengental
4. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan hiidung buntu., nyeri sekunder peradangan hidung
5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nafus makan menurun sekunder dari peradangan sinus
6. Gangguan konsep diri berhubungan dengan bau pernafasan dan pilek

PERENCANAAN
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung
Tujuan : Nyeri klien berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
- Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
- Klien tidak menyeringai kesakitan

INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji tingkat nyeri klien


b. Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya


c. Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi


d. Observasi tanda tanda vital dan keluhan klien
e. Kolaborasi dngan tim medis :
1) Terapi konservatif :
- obat Acetaminopen; Aspirin, dekongestan hidung
- Drainase sinus
2) Pembedahan :
- Irigasi Antral :
Untuk sinusitis maksilaris
- Operasi Cadwell Luc. a. Mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan tindakan selanjutnya
b. Dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk mengurangi nyeri
c. Klien mengetahui tehnik distraksi dn relaksasi sehinggga dapat mempraktekkannya bila mengalami nyeri
d. Mengetahui keadaan umum dan perkembangan kondisi klien.
e. Menghilangkan /mengurangi keluhan nyeri klien

2. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis (irigasi/operasi)
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
Kriteria :
- Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya
- Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji tingkat kecemasan klien
b. Berikan kenyamanan dan ketentaman pada klien :
- Temani klien
- Perlihatkan rasa empati( datang dengan menyentuh klien )
c. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang seta gunakan kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti
d. Singkirkan stimulasi yang berlebihan misalnya :
- Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang
- Batasi kontak dengan orang lain /klien lain yang kemungkinan mengalami kecemasan
e. Observasi tanda-tanda vital.

f. Bila perlu , kolaborasi dengan tim medis a. Menentukan tindakan selanjutnya
b. Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan



c. Meingkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut sehingga klien lebih kooperatif

d. Dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan akan meningkatkan ketenangan klien.




e. Mengetahui perkembangan klien secara dini.
f. Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien

3. Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi (penumpukan secret hidung) sekunder dari peradangan sinus
Tujuan : Jalan nafas efektif setelah secret (seous,purulen) dikeluarkan
Kriteria :
- Klien tidak bernafas lagi melalui mulut
- Jalan nafas kembali normal terutama hidung
INTERVENSI RASIONAL
a. kaji penumpukan secret yang ada

b. Observasi tanda-tanda vital.

c. Koaborasi dengan tim medis untuk pembersihan sekret a. Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya
b. Mengetahui perkembangan klien sebelum dilakukan operasi
c. Kerjasama untuk menghilangkan penumpukan secret/masalah

4. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nafus makan menurun sekunder dari peradangan sinus
Tujuan : kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi
Kriteria :
- Klien menghabiskan porsi makannya
- Berat badan tetap (seperti sebelum sakit ) atau bertambah
INTERVENSI RASIONAL
a. kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi klien
b. Jelaskan pentingnya makanan bagi proses penyembuhan

c. Catat intake dan output makanan klien.
d. Anjurkan makan sediki-sedikit tapi sering

e. Sajikan makanan secara menarik a. Mengetahui kekurangan nutrisi kliem
b. Dengan pengetahuan yang baik tentang nutrisi akan memotivasi meningkatkan pemenuhan nutrisi
c. Mengetahui perkembangan pemenuhan nutrisi klien
d. Dengan sedikit tapi sering mengurangi penekanan yang berlebihan pada lambung
e. Mengkatkan selera makan klien

5. Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung buntu, nyeri sekunder dari proses peradangan
Tujuan : klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman
Kriteria :
- Klien tidur 6-8 jam sehari
INTERVENSI RASIONAL
a. kaji kebutuhan tidur klien.


b. ciptakan suasana yang nyaman.
c. Anjurkan klien bernafas lewat mulut
d. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat a. Mengetahui permasalahan klien dalam pemenuhan kebutuhan istirahat tidur
b. Agar klien dapat tidur dengan tenang
c. Pernafasan tidak terganggu.
d. Pernafasan dapat efektif kembali lewat hidung













DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M. G. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3 EGC, Jakarta 2000

Lab. UPF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan tenggorokan FK Unair, Pedoman diagnosis dan Terapi Rumah sakit Umum Daerah dr Soetom FK Unair, Surabaya
Prasetyo B, Ilmu Penyakit THT, EGC Jakarta

ASKEP APENDISITIS

ASKEP APENDISITIS


Pengertian

Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks ( Anonim, Apendisitis, 2007)

Klasifikasi

Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :
Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.

Anatomi dan Fisiologi Appendiks merupakan organ yang kecil dan vestigial (organ yang tidak berfungsi) yang melekat sepertiga jari.

Letak apendiks.
Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat.

Ukuran dan isi apendiks.
Panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin.

Posisi apendiks.
Laterosekal: di lateral kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen. Pelvis minor.

Etiologi

Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi pada lumen apendiks ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras ( fekalit), hipeplasia jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur. Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi lumen apendiks adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid. (Irga, 2007)

Patofisiologi

Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekolit (massa keras dari faeces) atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus.

Manifestasi Klinik

Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius.
Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok. (Anonim, Apendisitis, 2007)

Pemeriksaan diagnostik

Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah: Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah. Muntah oleh karena nyeri viseral. Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus).
Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.

Pemeriksaan yang lain Lokalisasi.
Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut, tetapi paling terasa nyeri pada daerah titik Mc. Burney. Jika sudah infiltrat, lokal infeksi juga terjadi jika orang dapat menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti ada tumor di titik Mc. Burney.

Test rektal.
Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
Pemeriksaan laboratorium Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang.
Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal. Pemeriksaan radiologi Pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.

Penatalaksanaan

Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendektomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
Apendektomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Konsep Asuhan Keperawatan Sebelum operasi dilakukan klien perlu dipersiapkan secara fisik maupun psikis, disamping itu juga klien perlu diberikan pengetahuan tentang peristiwa yang akan dialami setelah dioperasi dan diberikan latihan-latihan fisik (pernafasan dalam, gerakan kaki dan duduk) untuk digunakan dalam periode post operatif. Hal ini penting oleh karena banyak klien merasa cemas atau khawatir bila akan dioperasi dan juga terhadap penerimaan anastesi.

Untuk melengkapi hal tersebut, maka perawat di dalam melakukan asuhan keperawatan harus menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

Pengkajian
Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.
Identitas penanggung Riwayat kesehatan sekarang.
Keluhan utama Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.
Sifat keluhan Nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai Biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas. Riwayat kesehatan masa lalu Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang Pemeriksaan fisik Keadaan umum Klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
Berat badan Sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
Sirkulasi : Klien mungkin takikardia. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal. Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.
Nyeri/kenyamanan Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
Keamanan Demam, biasanya rendah.
Data psikologis Klien nampak gelisah.
Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang.

Diagnosa keperawatan

Resiko berkurangnya volume cairan berhubungan dengan adanya mual dan muntah.
Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh.
Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal.
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan informasi kurang.
Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan

Intervensi keperawatan .

Rencana tujuan dan intervensi disesuaikan dengan diagnosis dan prioritas masalah keperawatan.
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya rasa mual dan muntah, ditandai dengan : Kadang-kadang diare. Distensi abdomen. Tegang. Nafsu makan berkurang. Ada rasa mual dan muntah. Tujuan : Mempertahankan keseimbangan volume cairan dengan kriteria : Klien tidak diare. Nafsu makan baik. Klien tidak mual dan muntah.

Intervensi : Monitor tanda-tanda vital.
Rasional : Merupakan indicator secara dini tentang hypovolemia.

Monitor intake dan out put dan konsentrasi urine.
Rasional : Menurunnya out put dan konsentrasi urine akan meningkatkan kepekaan/endapan sebagai salah satu kesan adanya dehidrasi dan membutuhkan peningkatan cairan.

Beri cairan sedikit demi sedikit tapi sering.
Rasional : Untuk meminimalkan hilangnya cairan.

Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh, ditandai dengan : Suhu tubuh di atas normal. Frekuensi pernapasan meningkat. Distensi abdomen. Nyeri tekan daerah titik Mc. Burney Leuco > 10.000/mm3 Tujuan : Tidak akan terjadi infeksi dengan kriteria : Tidak ada tanda-tanda infeksi post operatif (tidak lagi panas, kemerahan).

Intervensi : Bersihkan lapangan operasi dari beberapa organisme yang mungkin ada melalui prinsip-prinsip pencukuran.
Rasional : Pengukuran dengan arah yang berlawanan tumbuhnya rambut akan mencapai ke dasar rambut, sehingga benar-benar bersih dapat terhindar dari pertumbuhan mikro organisme.

Beri obat pencahar sehari sebelum operasi dan dengan melakukan klisma.
Rasional : Obat pencahar dapat merangsang peristaltic usus sehingga bab dapat lancar. Sedangkan klisma dapat merangsang peristaltic yang lebih tinggi, sehingga dapat mengakibatkan ruptura apendiks.

Anjurkan klien mandi dengan sempurna.
Rasional : Kulit yang bersih mempunyai arti yang besar terhadap timbulnya mikro organisme.

HE tentang pentingnya kebersihan diri klien.
Rasional : Dengan pemahaman klien, klien dapat bekerja sama dalam pelaksaan tindakan.

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal, ditandai dengan : Pernapasan tachipnea. Sirkulasi tachicardia. Sakit di daerah epigastrum menjalar ke daerah Mc. Burney Gelisah. Klien mengeluh rasa sakit pada perut bagian kanan bawah.
Tujuan : Rasa nyeri akan teratasi dengan kriteria : Pernapasan normal. Sirkulasi normal.

Intervensi : Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karasteristik nyeri.
Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan indiaktor secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya.

Anjurkan pernapasan dalam.
Rasional : Pernapasan yang dalam dapat menghirup O2 secara adekuat sehingga otot-otot menjadi relaksasi sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.

Lakukan gate control.
Rasional : Dengan gate control saraf yang berdiameter besar merangsang saraf yang berdiameter kecil sehingga rangsangan nyeri tidak diteruskan ke hypothalamus.

Beri analgetik.
Rasional : Sebagai profilaksis untuk dapat menghilangkan rasa nyeri (apabila sudah mengetahui gejala pasti).

Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan informasi kurang. Gelisah. Wajah murung. Klien sering menanyakan tentang penyakitnya. Klien mengeluh rasa sakit. Klien mengeluh sulit tidur
Tujuan : Klien akan memahami manfaat perawatan post operatif dan pengobatannya.

Intervensi : Jelaskan pada klien tentang latihan-latihan yang akan digunakan setelah operasi.
Rasional : Klien dapat memahami dan dapat merencanakan serta dapat melaksanakan setelah operasi, sehingga dapat mengembalikan fungsi-fungsi optimal alat-alat tubuh.

Menganjurkan aktivitas yang progresif dan sabar menghadapi periode istirahat setelah operasi.
Rasional : Mencegah luka baring dan dapat mempercepat penyembuhan.

Disukusikan kebersihan insisi yang meliputi pergantian verband, pembatasan mandi, dan penyembuhan latihan.
Rasional : Mengerti dan mau bekerja sama melalui teraupeutik dapat mempercepat proses penyembuhan.

Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun. Nafsu makan menurun Berat badan menurun Porsi makan tidak dihabiskan Ada rasa mual muntah
Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri

Intervensi : Kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi klien
Rasional : menganalisa penyebab melaksanakan intervensi.

Perkirakan / hitung pemasukan kalori, jaga komentar tentang nafsu makan sampai minimal
Rasional : Mengidentifikasi kekurangan / kebutuhan nutrisi berfokus pada masalah membuat suasana negatif dan mempengaruhi masukan.

Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional : Mengawasi keefektifan secara diet.

Beri makan sedikit tapi sering
Rasional : Tidak memberi rasa bosan dan pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan.

Anjurkan kebersihan oral sebelum makan
Rasional : Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan

Tawarkan minum saat makan bila toleran.
Rasional : Dapat mengurangi mual dan menghilangkan gas.

Konsul tetang kesukaan/ketidaksukaan pasien yang menyebabkan distres.
Rasional : Melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien memiliki rasa kontrol dan mendorong untuk makan.

Memberi makanan yang bervariasi
Rasional : Makanan yang bervariasi dapat meningkatkan nafsu makan klien.

Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan. Kuku nampak kotor Kulit kepala kotor Klien nampak kotor
Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri

Intervensi : Mandikan pasien setiap hari sampai klien mampu melaksanakan sendiri serta cuci rambut dan potong kuku klien.
Rasional : Agar badan menjadi segar, melancarkan peredaran darah dan meningkatkan kesehatan.

Ganti pakaian yang kotor dengan yang bersih.
Rasional : Untuk melindungi klien dari kuman dan meningkatkan rasa nyaman

Berikan HE pada klien dan keluarganya tentang pentingnya kebersihan diri.
Rasional : Agar klien dan keluarga dapat termotivasi untuk menjaga personal hygiene.

Berikan pujian pada klien tentang kebersihannya.
Rasional : Agar klien merasa tersanjung dan lebih kooperatif dalam kebersihan

Bimbing keluarga / istri klien memandikan
Rasional : Agar keterampilan dapat diterapkan

Bersihkan dan atur posisi serta tempat tidur klien.
Rasional : Klien merasa nyaman dengan tenun yang bersih serta mencegah terjadinya infeksi.

Implementasi

Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata berupa serangkaian kegiatan sistimatis berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil yang optimal. Pada tahap ini perawat menggunakan segala kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik secara umum maupun secara khusus pada klien post apendektomi. Pada pelaksanaan ini perawat melakukan fungsinya secara independen, interdependen dan dependen.
Pada fungsi independen adalah mencakup dari semua kegiatan yang diprakarsai oleh perawat itu sendiri sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya Pada fungsi interdependen adalah dimana fungsi yang dilakukan dengan bekerja sama dengan profesi/disiplin ilmu yang lain dalam keperawatan maupun pelayanan kesehatan, sedangkan fungsi dependen adalah fungsi yang dilaksanakan oleh perawat berdasarkan atas pesan orang lain.

Evaluasi.

Untuk mengetahui pencapaian tujuan dalam asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada klien perlu dilakukan evaluasi dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut : Apakah klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh?. Apakah klien dapat terhidar dari bahaya infeksi?. Apakah rasa nyeri akan dapat teratasi?. Apakah klien sudah mendapat informasi tentang perawatan dan pengobatannya.

Sumber :
1.Doenges, Marylinn E. (2000), Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.
2.Henderson, M.A. (1992), Ilmu Bedah Perawat, Yayasan Mesentha Medica, Jakarta.
3.Schwartz, Seymour, (2000), Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta. 4.Smeltzer, Suzanne C, (2001), Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Volume 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Gangguan isolasi sosial : manarik diri

LAPORAN PENDAHULUAN I

I. Kasus (Masalah Utama)
Gangguan isolasi sosial : manarik diri

II. Proses terjadinya masalah
A. Core Problem
1. Definisi
Perilaku menarik diri adalah klien ingin lari dari kenyataan tetapi karena tidak mungkin, maka klien menghindari atau lari secara emosional sehinga klien jadi pasif, tergantung, tidak ada motivasi dan tidak ada keinginan untuk berperan (Budi Ana Keliat, 1992).
2. Tanda dan Gejala
a. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
b. Menghidar dari orang lain (menyendiri)
Klien tampak memisahkan diri dari orang lain misalnya pada saat makan.
c. Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri.
d. Komunikasi kurang / tidak ada.
Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain / perawat.
e. Tidak ada kontak mata : klienlebih sering menunduk.
f. Mengurung diri di kamar / tempat terpisah, klien kurang dalam mobilitas.
g. Menolak berhubungan dengan orang lain.
h. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.
B. Penyebab
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Tanda dan Gejala
Klien yang gagal dalam mencapai suatu keinginan atau gagal dalam tujuan akan merasa bahwa ia tidak berharga dant idak berguna, keadaan tersebut akan membuat individu takut salah untuk berbuat sesuatu, pesimis atau rasa tidak percaya diri, hal ini menimbulkan dampak perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain dan akan menghindari dari orang lain atau menarik diri.
C. Akibat
Resiko mencederai diri : bunuh diri
Tanda dan Gejala :
Klien dengan menarik diri disebabkan oleh adanya pengalaman yang tidak menyenangkan bagi pasien, seperti kegagalan atau kehiilangan atau karena perpisahan yang lama dengan orang terdekat.

III. A. Pohon Masalah
Resiko mencedarai diri : bunuh diri
Ganguan isolasi sosial : menarik diri
Gangguan konsep diri : harga diri rendah

B. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
1. Resiko mencederai diri : bunuh diri
Data yang dikaji :
a. ada ide-ide / usaha bunuh diri
b. ingin mengakhiri kehidupan
c. mudah marah
d. gelisah
e. mengisolasi diri dengan membatasi hubungannya dengan orang lain
f. merasa tidak berguna.
2. Isolasi sosial : menarik diri
Data yang perlu dikaji :
a. lebih banyak diam
b. lebih suka menyendiri / hubungan interpersonal yang kurang
c. personal hygiene kurang
d. merasa tidak nyaman di antara orang
e. tidak cukupnya ketrampilan sosial
f. berkurangnya frekuensi, jumlah dan spontanitas dalam berkomunikasi.
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Data yang perlu dikaji
a. perasaan rendah diri
b. pikiran mengalah
c. mengkritik diri sendiri
d. kurang terlibat dalam hubungan sosial
e. meremehkan kekuatan / kemampuan diri
f. menyalahkan diri sendiri
g. perasaan putus asa dan tidak berdaya.

IV. Diagnosa Keperawatan
1. Resti mencederai diri : bunuh diri berhubungan dengan menarik diri.
2. Gangguan sosial menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.

V. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa I : Resti mencederai diri : bunuh diri berhubungan dengan menarik diri.
TUM : Klien tidak mencederai diri sendiri.
TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
a. Kriteria evaluasi
1.1. ekspresi wajah klien bersahabat
1.2. klien menunjukkan rasa senang
1.3. ada kontak mata
1.4. klien mau mengutarakan masalah yang dihadapi
b. Intervensi
1.1.1. sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun non verbal
1.1.2. perkenalkan diri dengan sopan
1.1.3. tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
1.1.4. jelaskan tujuan pertemuan
1.1.5. jujur dan menepati janji
1.1.6. tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
TUK 2 : Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri.
a. Kriteria evaluasi
2.1. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri yang berasal dari :
- diri sendiri
- orang lain
- lingkungan
b. Intervensi
2.1.1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya.
2.1.2. Berikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul.
2.1.3. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta penyebab muncul.
2.1.4. Berikan pujian terhadap kemampuan klien dalam mengungkapkan perasaannya.
TUK 3 : Klien dapat menyebutkan kuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
a. Kriteria evaluasi
3.1. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain.
3.2. Klien dapat menyebutkan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
b. Intervensi
3.1.1. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang lain.
3.1.2. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.
3.1.3. Diskusikan bersama klien tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.
3.1.4. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.
3.2.1. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.
3.2.2. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.
3.2.3. Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
3.2.4. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
TUK 4 : Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap.
a. Kriteria evaluasi
4.1. Klien dapat mendemonstrasikan hubungan sosial secara bertahap antara:
K – P
K – P – K
K – P – Kel
K – P – Klp
b. Intervensi
4.1.1. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain.
4.1.2. Dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap :
K – P
K – P – P lain
K – P – P lain – K lain
K – P – Kel / Masy.
4.1.3. Beri reinforcement terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
4.1.4. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan.
4.1.5. Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu.
4.1.6. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
TUK 5 : Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain.
a. Kriteria evaluasi
5.1. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain untuk :
- diri sendiri
- orang lain
b. Intervensi
5.1.1. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain.
5.1.2. Diskusikan dengan klien tentang perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain.
5.1.3. Beri reinforcement positif atau kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain.
TUK 6 : Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga mampu mengembangkan kemampuan klien untuk berhubungan dengan orang lain.
a. Kriteria evaluasi
6.1. Keluarga dapat :
- menjelaskan perasaannya
- menjelaskan cara merawat klien menarik diri
- mendemonstrasikan cara perawatan klien menarik diri
- berpartisipasi dalam perawatan klien menarik diri
b. Intervensi
6.1.1. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
- salam, perkenalkan diri
- sampaikan tujuan
- buat kontrak
- eksplorasi perasaan keluarga.
6.1.2. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang perilaku penyebab serta akibat perilaku menarik diri.
6.1.3. Dorong anggota keluarga untuk memberi dukungan kepada klien untuk berkomunikasi dengan orang lain.
6.1.4. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien minim satu kali seminggu.
TUK 7 : Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat.
a. Kriteria evaluasi
7.1. Klien dapat menyebutkan manfaat, dosis dan efek samping obat.
7.2. Klien dapat mendemonstrasikan dan tahu tentang manfaat dan efek samping dan penggunaan obat dengan benar.
7.3. Klien memahami akibat berhentinya minum obat tanpa konsultasi.
b. Intervesi :
7.1.1. Diskusikan dengan klien tentang dosis, frekuensi dan manfaat obat serta efek sampingnya.
7.1.2 Anjurkan klien untuk minta sendiri obat kepada perawat dan merasakan manfaatnya.
7.1.3. Anjurkan klien berbicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping yang dirasakan.
7.1.4. Diskusikan akibat tidak minum obat tanpa konsultasi.










STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN I

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Klien lebih suka menyendiri di tempat tidurnya, ekspresi wajah seidh, tidak mau kontak dengan yang lain, lebih banyak diam, kontak mata singkat.
2. Diagnosa keperawatan
Resti mencederai diri, bunuh diri berhubungan dengan menarik diri.
3. Tujuan khusus
TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
TUK 2 : Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri.
4. Tindakan keperawatan
TUK 1 :
a. Sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun non verbal
b. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
c. Jujur dan menepati janji
d. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
e. Berikan perhatian terhadap klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
TUK 2 :
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya.
b. Berikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul.
c. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta penyebab muncul.
d. Berikan pujian terhadap kemampuan klien dalam mengungkapkan perasaannya.







B. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase oreientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi Mbak, perkenalkan nama saya Sri Sundari, saya biasa di panggil Ndari, nama Mbak siapa? Baiklah Mbak, disini saya akan menemani Mbak, saya akan duduk di samping Mbak, jika ingin mengatakan sesuatu saya siap mendengarkan”.
b. Evaluasi / validasi
“Bagaimana perasaan Mbak hari ini? Saya ingin sekali membantu Mbak menghadapi masalah dan saya harap Mbak mau bekerja sama dengan saya, Mbak boleh saya tahu apa yang terjadi di rumah sehingga Mbak sampai dibawa kemari? Bagaimana kalau hari ini kita berbicara tentang kebiasaan Mbak yang lebih suka menyendiri, Mbak bersediakan?”.
c. Kontrak
“Berapa lama kita akan berbincang-bincang?”
“Dimana tempat yang Mbak sukai?”
“Baiklah kita berbicara di tempat tidur saja, berapa lama? Bagaimana kalau 30 menit?”
“Baiklah jadi kita akan ngobrol-ngobrol tentang kebiasaan Mbak yang lebih suka menyendiri selama 30 menit?”
2. Fase Kerja
“Biasanya kalau jam-jam seperti ini apa yang Mbak lakukan di sini atau di rumah?”
“Bagaimana perasaan Mbak berdiam diri di kamar?”
“Apa yang menyebabkan Mbak berdiam diri di kamar?”
“Jika Mbak berdiam diri di kamar apa yang Mbak lakukan dan pikirkan?”
“Jadi apa saja tanda-tanda kalau Mbak enggan berhubungan dengan orang lain?”



3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
“Apa yang Mbak rasakan setelah kita berbincang-bincang selama 30 menit tadi?”
“Bisa Mbak ulangi lagi apa yang telah kita bicarakan tadi?”
b. Rencana tindak lanjut
“Setelah ini kita akan bicara mengenai keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain”.
c. Kontrak
“Baiklah Mbak, waktu kita sudah habis, bagaimana kalau kita cukupka sampai di sini, kira-kira jam berapa kita besok bertemu lagi? Tempatnya dimana?”
“Baiklah jam 11 kita akan bertemu di sini lagi selama 15 menit.”


















STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN II

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien banyak diam di tempat tidurnya, menyendiri, tidak mau kontak dengan yang lain, kontak mata ada.
2. Diagnosa Keperawatan
Resti mencederai diri : bunuh diri berhubungan dengan menarik diri.
3. Tujuan Khusus
Tuk 3 : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
4. Tindakan Keperawatan
Tuk 3 :
1. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang lain.
2. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.
3. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
4. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.
5. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.
6. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.
7. Diskusikan bersama klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.
8. beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.


B. Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi mbak, mbak masih ingat dengan saya ? coba sebutkan siapa nama saya, bagus ternyata mbak masih ingat.”
b. Evaluasi/ validasi
“Mbak kelihatannya segar dan semangat hari ini, bagaimana perasaan Mbak pagi ini ?”
c. Kontrak
“Kemaren kita sudah berbicara mengenai hal yang menyebabkan bapak sering menyendiri di kamar. Nah, sekarang sesuai dengan janji kita, kita sekarang akan berbincang-bincang mengenai keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain selama 20 menit, bagaimana Mbak bisa kita mulai sekarang ?”
2. Fase Kerja
“Coba mbak sebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain.”
“Bagus, ternyata mbak lebih pintar daari saya”
“Sekarang coba mbak sebutkan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.”
“Bagaimana jika mbak ngobrol-ngobrol dengan yang lain sekarang?”
“Bagaimana kalau saya beri contoh cara berkenalan dengan orang lain?”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
“Apa yang mbak rasakan setelah kita berbincang-bincang selama 20 menit tadi?”
“Coba mbak ulangi lagi, sebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.”
b. Rencana tindak lanjut
“setelah ini, silahkan mbak coba berkenalan dengan orang lain, paling tidak mbak tahu nama dan asal teman baru mbak.”

c. Kontrak
“Baiklah mbak waktu kita sudah habis, sudah 20 menit kita berbincang-bincang.”
“Kira-kira kapan kita akan bertemu lagi ? tempatnya di mana ? dan apa yang akan kita bahas ?”
“Baiklah bagaimana kalau kita bertemu lagi jam 13.00, kita akan berbincang-bincang di tempat ini lagi selama 30 menit, untuk membahas kegiatan dan perasaan mbak setelah berkenalan dengan orang lain.”























STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN III

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien lebih suka menyendiri, diam, kontak mata ada, klien tidak mau kontak dengan yang lain.
2. Diagnosa Keperawatan
Resti mencederai diri : bunuh diri berhubungan dengan menarik diri.
3. Tujuan Khusus
Tuk 4 : klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap.
Tuk 5 : klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain.
4. Tindakan Keperawaatan
Tuk 4 :
1. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain.
2. Dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain.
3. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
4. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan.
5. Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu.
6. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan mangan.
7. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dan kegiatan mangan.
Tuk 5:
1. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain.
2. Diskusikan dengan klien tentang perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain.
3. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain.


B. Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi mbak, kelihatannya mbak senang hari ini, mbak sudah makan?”
b. Evaluasi/ validasi
“Bagaimana mbak, sudah berkenalan atau sudah ngobrol-ngobrol dengan kenalan baru mbak ?”
“Kalau boleh saya tahu siapa namanya ? asalnya dari mana ? bagus sekali mbak sudah ingat nama dan asal teman baru mbak.”
c. Kontrak
“Tadi sudah beerkenalan dengan teman baru mbak, bagaimana kalau kita berbicara tentang teman baru mbak dan peerasaan mbah setelah berkenalan atau berhubungan dengan teman baru mbak.” Sesuai dengan kesepakatan kita, kita akan berbincang-bincang selama 30 menit.”
2. Fase Kerja
“Coba mbak praktekkan carra berkenalan mbak dengan teman baru mbak pada saya.”
“Setelah berkenalan, kegiatan apa yang mbak lakukan dengan teman baru mbak?”
“Setelah itu bagaimana perasaan mbak, senang atau tidak ?”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
“Bagaimana perasaan mbak sekarang setelah berhubungan dengan orang lain ?”
“Coba mbak ulangi lagi nama dan asal teman baru mbak!”
b. Rencana tindak lanjut
“baiklah saya lihat mbak sudah lelah, silahkan mbak istirahat dan besok kita lanjutkan lagi bincang-bincang kita.”


c. Kontrak
“Baiklah kita cukupkan sekian dulu, sudah 30 menit perbincangan kita kali ini, besok kita akan bincang-bincang kembali tentang cara penggunaan obat yang mbak minum dengan benar dan tepat.”



























STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN IV

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien lebih banyak diam, menyendiri, tidak mau kontak dengan yang lain.
2. Diagnosa Keperawatan
Resti mencederai diri : bunuh diri berhubungan dengan menarik diri
3. Tujuan Khusus
Tuk 7 : Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat.
4. Tindakan Keperawatan
1. Diskusi dengan klien tentang dosis, frekuensi dan manfaat obat serta efek sampingnya.
2. Anjurkan klien untuk minta sendiri obat kepada perawat dan merasakan manfaatnya.
3. Anjurkan klien berbicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping yang dirasakan.
4. Diskusikan akibat tidak minum obat tanpa konsultasi.

B. Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi mbak ? mbak ingat janji pertemuan kita ? bagus sekali ternyata mbak masih ingat dengan tepat, bahwa pagi ini kita akan kembali berbincang-bincang selama kurang lebih 15 menit.”
b. Validasi/ evaluasi
“Bagaimana perasaan mbak pagi ini ? mbak masih berteman atau ngobrol dengan teman baru mbak ? bagus sekali … mbak sudah mau bergabung dengan teman-teman mbak.”



c. Kontrak
“Baik kalau begitu sesuai kesepakatan kita bagaimana kalau pada pertemuan kita kali ini selama 15 menit kedepan kita berbincang-bincang tentang kegunaan obat yang mbak minum tiap hari.”
2. Fase Kerja
“Boleh saya tahu bagaimana cara mbak meminum obat ini ? bagus sekali, mbak sudah bisa menggunakan obat ini secara benar dan tepat, dan jangan lupa ingat nama obat dan waktu minum obat.”
“Bagus sekali mbak patuh dan taat, saya senang mbak mau mengikuti saran perawat dan dokter di sini.”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
“Bagaimana perasaan mbak setelah minum obat dan mengetahui penggunaan obat ini ?”
“Mbak tadi mengatakan bahwa obat ini dapat membantu mbak dan banyak gunanya.”
b. Rencana tindak lanjut
“Mbak haarus selalu mengingat-ingat nama obat, dosis dan cara pemberiannya, coba mbak ingat-ingat lagi ya ?”
c. Kontrak
“Kira-kira kapan ada kesempatan untuk berbincang-bincang lagi mbak ?”










LAPORAN PENDAHULUAN II

I. Kasus ( Masalah Utama )
Gangguan konsep diri; harga diri rendah

II. Proses Terjadinya Masalah
A. Core Problem
1. Definisi
Harga diri adalah penilaian tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. ( Keliat B.A , 1992 )
Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif, dapat secara langsung atau tidak langsung di ekspresikan.
2. Tanda dan gejala
a. Perasaan negatif terhadap diri sendiri
b. Hilang kepercayaan diri
c. Merasa gagal mencapai keingginan
d. Menyatakan diri tidak berharga, tidak berguna dan tidak mampu
e. Mengeluh tidak mampu melakukan peran dan fungsi sebagai mana mestinya
f. Menarik diri dari kehidupan sosial
g. Banyak diam dan sulit berkomunikasi

B. Penyebab
Koping individu tidak efektif
Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif, koping merupakan respon pertahanan individu terhadap suatu masalah. Jika koping itu tidak efektif maka individu tidak bisa mencapai harga dirinya dalam mencapai suatu perilaku.




C. Akibat
Menarik diri
Mekanisme terjadinya masalah :
Harga diri merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya, individu dengan harga diri rendah akan merasa tidak mampu , tidak berdaya, pesimis dapat menghadapi kehidupan, dan tidak percaya pada diri sendiri. Untuk menutup rasa tidak mampu individu akan banyak diam, menyendiri, tidak berkomunikasi dan menarik diri dari kehidupan sosial.

III. A. Pohon Masalah
Gangguan isolasi sosial : menarik diri
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Koping individu tidak efektif

B. Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu di Kaji
1. Isolasi sosial : menarik diri
Data yang perlu dikaji
a. Lebih banyak diam
b. Lebih suka menyendiri/ hubungan interpersonal kurang
c. Personal hygiene kurang
d. Merasa tidak nyaman diantara orang
e. Tidak cukupnya ketrampilan sosial
f. Berkurangnya frekwensi, jumlah dan spontanitas dalam berkomunikasi
2. Gangguan konsep diri harga diri rendah
Data yang perlu dikaji
a. Perasaan rendah diri
b. Pikiran mengarah
c. Mengkritik diri sendiri
d. Kurang terlibat dalam hubungan sosial
e. Meremehkan kekuatan/ kemampuan diri
f. Menyalahkan diri sendiri
g. Perasaan putus asa dan tidak berdaya.
3. Koping individu tidak efektif
a. Masalah yang di hadapi pasien (sumber koping)
b. Strategi dalam menghadapi masalah
c. Status emosi pasien

IV. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan interaksi sosial ; menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
2. Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif.

V. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa 2 : Gangguan interaksi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
TUM : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.
TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
TUK 2 : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang dimiliki.
a. Kriteria hasil :
2.1. Klien mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
- kemampuan yang dimiliki
- aspek positif keluarga
- aspek positif lingkungan yang di miliki klien.
b. Intervensi
2.1.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2.1.2. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif.
2.1.3. Utamakan memberi pujian yang realistik.

TUK 3 : Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
a. Kriteria evaluasi
3.1. Klien menilai kemampuan yang dapat digunakan.
b. Intervensi
3.1.1. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit.
3.1.2. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
TUK 4 : Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
a. Kriteria evaluasi
4.1. Klien membuat rencana kegiatan harian.
b. Intervensi
4.1.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan.
- kegiatan mandiri
- kegiatan dengan bantuan sebagian
- kegiatan yang membutuhkan bantuan total.
4.1.2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
4.1.3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
TUK 5 : Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
a. Kriteria evaluasi
5.1. Klien melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
b. Intervensi
5.1.1. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
5.1.2. Beri pujian atas keberhasilan klien.
5.1.3. Diskusikan kemungkinan, pelaksanaan di rumah.
TUK 6 : Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada :
a. Kriteria evaluasi
6.1. Klien memanfaatkan sistem pendukung yang ada di keluarga.
b. Intervensi
6.1.1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.
6.1.2. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
6.1.3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.


























STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN I

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien lebih suka menyendiri, banyak diam sulit berkomunikasi dengan teman-temannya, pandangan mata kosong.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
3. Tujuan Khusus
Tuk :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2. klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
4. Tindakan Keperawatan
1. Bina hubungan saling percaya
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Beri peerhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
b. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif
c. Utamakan memberikan pujian yang realistis

B. Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi
a. Salam tarapeutik
“Selamat pagi mbak, perkenalkan nama saya Sri Sundari, saya biasa dipanggil Ndari, nama mbak siapa ? dan panggilan apa yang mbak sukai ? Baiklah mbak, di sini saya akan menemani mbak, saya akan duduk di samping mbak, jika mbak akan mengatakan sesuatu saya siap mendengarkan.”
b. Evaluasi/ validasi
“Bagaimana perasaan mbak hari ini, saya ingin sekali ingin membantu menyelesaikan masalah mbak dan saya harap mbak mau bekerja sama dengan saya, kalau boleh saya tahu apa yang terjaadi di rumah sehingga mbak sampai dibawa kemari ?”
c. Kontrak
“Mbak bagaimana kalau hari ini kita bincang-bincang tentang kemampuan yang mbak miliki, di mana kita ngobrol mbak ? berapa lama ? baiklah bagaimana kalau kta nanti ngobrol di taman selama + 15 menit.
3. Fase Kerja
“Nah, coba mbak cari kemampuan yang bisa mbak lakukan selama sebelum sakit. Baik, apalagi mbak ?”
“Bagus sekali ternyata mbak memiliki kemampuan yang banyak sekali.”
4. Fase Terminasi
a. Evaluasi
“Apa yang mbak rasakan setelah kita bincang-bincang selama 15 menit tadi ?”
“Bisa mbak ulangi lagi apa yang telah kita bicarakan tadi ?”
b. Rencana tindak lanjut
“Setelah ini kita akan berbicara mengenai kemampuan yang masih bisa mbak gunakan selama sakit.”
c. Kontrak
“Baiklah mbak, waktu kita sudah habis bagaimana kalau kita cukupkan sampai di sini, kira-kira jam berapa kita bertemu lagi ? tempatnya di mana ?”
“Baiklah mbak bagaimana kalau kita bertemu lagi jam 11 selama + 20 menit.”

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN II

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien lebih suka menyendiri, banyak diam, kurang berkomunikasi dengan teman-temannya.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan interaksi sosial menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
3. Tujuan Khusus
Tuk 3 : klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
Tuk 4 : klien dapat ( menetapkan ) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Tuk 5 : klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
4. Tindakan Keperawatan
1. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
a. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit.
b. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya
2. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan.
- Kegiatan mandiri
- Kegiatan dengan bantuan sebagian
- Kegiatan yang membutuhkan bantuan total
b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
c. Beri contoh pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan .


3. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya
a. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
b. Beri pujian atas keberhasilan klien
c. Diskusikan tentang kemungkinan melaksanakan di rumah

B. Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi mbak, mbak masih ingat dengan saya. Coba sebutkan nama saya, bagus ternyata mbak masih ingat.”
b. Evaluasi/ validasi
“Mbak kelihatan cantik dan segar hari ini, bagaimana perasaan mbak hari ini ?”
c. Kontrak
“Kemarin kita sudah berbicaara mengenai kemampuan yang mbak miliki selama sebelum sakit, nah sekarang sesuai dengan janji kita, bagaimana kalau kita mulai pembicaraan kita mengenai kemampuan yang bisa mbak lakukan selama sakit atau di rumah sakit ini, di mana kita bicara nanti mbak ? Bagaimana kalau kita bicara di ruang tamu + 30 menit.
2. Fase Kerja
“Sekarang coba mbak ssebutkan kegiatan yang bisa mbak lakukan selama sakit.”
“Baik, apalagi mbak ?”
“Mbak punya hobi apa ? memasak atau mungkin membuat ketrampilan ?”
“Nah… ya itu tadi bisa mbak lakukan di rumah sakit ini, di sini tersedia fasilitas untuk mbak bisa menggali kemampuan mbak .”
”Masih banyak kegiatan yang bisa mbak lakukan di sini sesuai dengan bakat dan kemampuan mbak.”


3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
“Apa yang mbak rasakan setelah kita bincang-bincang selama 30 menit tadi ?”
“Bisa mbak ulangi lagi apa yang elah kita bicarakan tadi ?”
b. Rencana tindak lanjut
“Mulai saat ini coba mbak lakukan sedikit demi sedikit apa yang telah kita bicarakan tadi.”
c. Kontrak
“Baiklah mbak, waktu kita sudah habis, bagaimana kalau kita cukupkan sampai di sini, kira-kira jam berapa kita bertemu lagi ? tempatnya di mana ?”

Resiko perilaku kekerasan

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama
Resiko perilaku kekerasan

B. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi
Perilaku kekerasan (agresif) adalah suatu bentuk perilaku yang diarahkan pada tujuan menyakiti atau melukai orang lain yang dimotivasi menghindari perilaku tersebut (Kaplan dan Sadock, 1997).
Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu mengalami perilaku yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri maupun orang lain.
2. Tanda dan gejala
Gambaran klinis menurut Stuart dan Sundeen (1995) adalah sebagai berikut :
a. Muka merah
b. Pandangan tajam
c. Otot tegang
d. Nada suara tinggi
e. Berdebat
f. Kadang memaksakan kehendak
Gejala yang muncul :
a. Stress
b. Mengungkapkan secara verbal
c. Menentang
Gambaran klinis menurut Direktorat Kesehatan Jiwa, Direktorat Jendral Pelayanan Kesehatan Departemen Kesehatan RI (1994) adalah sebagai berikut :
a. Pasif agresif
1) Sikap suka menghambat
2) Bermalas-malasan
3) Bermuka masam
4) Keras kepala dan pendendam
b. Gejala agresif yang terbuka (tingkah laku agresif)
1) Suka membantah
2) Menolak sikap penjelasan
3) Bicara kasar
4) Cenderung menuntut secara terus-menerus
5) Hiperaktivitas
6) Bertingkah laku kasar disertai kekerasan
3. Etiologi
a. Faktor predisposisi
Sebagai faktor dari klien yang bertingkah laku agresif menurut Stuart dan Laria (1998) antara lain :
1) Psikologis
2) Perilaku
3) Sosial budaya
4) Bioneurologis
b. Faktor presipitasi
Menurut Stuart dan Laria (1998) faktor pencetus dapat bersumber dari lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Dari klien misalnya terputusnya percaya diri, yang kurang ketidakpercayaan dari situasi lingkungan misalnya lingkungan yang ribut, padat, penghinaan, dan kehilangan kemudian dari interaksi sosial seperti adanya konflik
4. Akibat dan mekanisme
Resiko tinggi menciderai diri sendiri dan orang lain, seseorang dengan resiko perilaku kekerasan dimana dia mengalami kegagalan yang menyebabkan frustasi yang dapat menimbulkan respon menentang dan melawan seseorang melakukan hal sesuai dengan keinginannya akibatnya dia menunjukkan perilaku yang mal adaptif yang menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
5. Penyebab dan mekanisme
Harga diri rendah, seseorang dengan Harga diri rendah, ia merasakan bahwa dirinya tidak mampu, tidak mempunyai keberdayaan untuk memecahkan masalah sehingga klien menggunakan respon mal adaptif perilaku kekerasan.
C. Pohon Masalah
Risiko menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

Resiko perilaku kekerasan


Harga diri rendah

D. Masalah Keperawatan
1. Risiko menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
Data :
a. Muka merah
b. Pandangan tajam
c. Otot tegang
d. Nada suara tinggi
e. Berdebat
f. Kadang memaksakan kehendak
Gejala yang muncul :
a. Stress
b. Mengungkapkan secara verbal
c. Menentang
d. Menuntut
2. Perilaku kekerasan
Data :
a. Agresif
b. Gaduh
c. Gelisah
d. Menyentuh orang lain secara menyakitkan
e. Mengancam, melukai
f. Marah tingkat ringan sampai serius

3. Harga diri rendah
Data :
a. Kurang bergairah
b. Tidak peduli lingkungan
c. Kegiatan menurun
d. Banyak tidur siang
e. Tinggal di tempat tidur dengan waktu yang lama
f. Apatis
g. Efek tumpul dan komunikasi verbal kurang

E. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
2. Resiko perilaku kekerasan.

F. Rencana Tindakan Keperawatan
Resiko perilaku kekerasan
1. Tujuan Umum :
Klien tidak melakukan tindakan kekerasan.
Tujuan khusus :
Tujuan khusus 1 yaitu klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria evaluasi :
a. Wajah cerah, tersenyum
b. Mau berkenalan
c. Ada kontak mata
d. Bersedia menceritakan perasaan
Intervensi :
a. Beri salam setiap berinteraksi
b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat, dan tujuan perawat berinteraksi.
c. Tanyakan dan panggil nama kesukaan klien.
d. Tunjukkan sikap empati, jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.
e. Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien.
f. Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan perasaan klien.
Tujuan khusus 2 yaitu klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya :
Kriteria evaluasi :
a. Setelah 1 kali pertemuan klien menceritakan penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya.
b. Menceritakan penyebab perasaan jengkel atau kesal baik dari didi sendiri maupun lingkungan.
Intervensi :
Bantu klien mengungkapkan perasaan marahnya :
a. Motivasi klien untuk menceritakan penyebab rasa kesal atau jengkelnya.
b. Dengarkan tanpa menyela atau memberi penilaian setiap ungkapan perasaan klien.
Tujuan khusus 3 yaitu klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Kriteria evaluasi :
Intervensi :
Diskusikan dengan klien perilaku kekerasan yang dilakukannya selama ini
a. Motivasi klien menceritakan jenis-jenis tindak kekerasan yang selama ini pernah dilakukannya.
b. Motivasi klien menceritakan perasaan klien setelah tindak kekerasan tersebut terjadi.
c. Diskusikan apakah dengan tindak kekerasan yang dilakukannya masalah yang dialami bisa teratasi.
Tujuan khusus 5 yaitu klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Kriteria evaluasi :
Setelah 1 kali pertemuan klien menjelaskan akibat perilaku kekerasan yang dilakukannya selama ini :
a. Diri sendiri : luka, dijauhi teman, dan lain-lain.
b. Orang lain atau keluarga : luka, tersinggung, ketakutan, dan lain-lain.
c. Lingkungan : barang atau benda rusak.
Intervensi :
Diskusikan dengan klien akibat negatif (kerugian) cara yang dilakukan pada :
a. Diri sendiri, orang lain (keluarga, lingkungan.
Tujuan khusus 6 yaitu klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan kemarahan.
Kriteria hasil :
Setelah 1 kali pertemuan klien menceritakan tanda-tanda saat terjadi perilaku kekerasan.
a. Tanda fisik : mata merah, tangan mengepal, ekspresi tegang, dan lain-lain.
b. Tanda emosional : perasaan marah, jengkel dan bicara kasar.
c. Tanda sosial : bermusuhan yang dialami saat terjadi perilaku kekerasan.
Intervensi :
Bantu klien mengungkapkan tanda-tanda perilaku kekerasan yang dialaminya.
a. Motivasi klien menceritakan kondisi fisik (tanda-tanda fisik) saat perilaku kekerasan terjadi.
b. Motivasi klien menceritakan kondisi emosinya (tanda-tanda emosinya) saat perilaku kekerasan terjadi.
c. Motivasi klien menceritakan kondisi hubungan dengan orang lain (tanda-tanda sosial) saat perilaku kekerasan terjadi.
Tujuan khusus 4 klien mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya.
Kriteria evaluasi :
Setelah 1 kali pertemuan klien menjelaskan :
a. Jenis-jenis ekspresi kemarahan yang selama ini telah dilakukannya.
b. Perasaan saat melakukan kekerasan.
c. Efektivitas cara yang dipakai dalam menyelesaikan masalah.
Kriteria evaluasi :
Setelah 1 kali pertemuan klien menjelaskan :
a. Menjelaskan cara-cara saat mengungkapkan marah.
Intervensi :
Diskusikan dengan klien :
a. Apakah klien mau mempelajari cara baru mengungkapkan marah yang sehat.
1) Jelaskan berbagai alternatif pilihan untuk mengungkapkan marah selama perilaku kekeraasn yang diketahui klien.
2) Jelaskan cara-cara sehat untuk melakukan marah :
a) Cara fisik : nafas dalam, pukul bantal atau kasur, olah raga.
b) Verbal : mengungkapkan bahwa dirinya sedang kesal pada orang lain.
c) Spiritual : sembahyang, berdo’a, dzikir, meditasi sesuai dengak keyakinanya masing-masing.
Tujuan khusus 7 yaitu klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Kriteria evaluasi :
Setelah 1 kali pertemuan klien memeragakan cara mengontrol perilaku kekerasan.
Kriteria evaluasi :
a. Fisik : nafas dalam, pukul bantal atau kasur.
b. Verbal : mengungkapkan perasaan kesal atau jengkel pada orang lain tanpa menyakiti
c. Sosial : latihan asertif dengan orang lain.
d. Spiritual : dxikir, berdo’a, meditasi sesuai agamanya
Intervensi :
a. Diskusikan cara yang mungkin dipilih dan anjurkan klien dan memilih cara yang mungkin untuk mengungkapkan kemarahan.
b. Latih klien memperagakan cara yang dipilih :
1) Peragakan cara melakukan cara yang dipilih
2) Jelaskan manfaat cara tersebut
3) Anjurkan klien menirukan peragaan yang sudah dilakukan
4) Beri penguatan pada klien, perbaiki cara yang masih belum sempurna
c. Anjurkan klien menggunakan cara yang sudah dilatih saat marah atau jengkel.
Tujuan khusus 8 yaitu klien mendapat dukungan keluarga untuk mengontrol perilaku kekerasan.
Kriteria evaluasi :
Setelah 1 kali pertemuan keluarga menjelaskan :
a. Cara merawat klien dengan perilaku kekerasan
b. Mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien
Intervensi :
a. Diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai pendukung klien untuk mengatasi perilaku kekerasan.
b. Diskusikan potensi keluarga untuk membantu klien mengatasi perilaku kekerasan.
c. Jelaskan pengertian, penyebab akibat dan cara merawat klien perilaku kekerasan yang dapat dilaksanakan oleh keluarga.
d. Peragakan cara merawat klien (mengenal perilaku kekerasan).
e. Beri kesempatan keluarga untuk memperagakan ulang.
f. Tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba cara yang telah dilatihkan.
Tujuan khusus 9 yaitu klien menggunakan obat sesuai program yang telah ditetapkan :
Kriteria hasil :
Setelah 1 kali pertemuan klien menjelaskan :
a. Manfaat minum obat, kerugian tidak minum obat, nama obat, bentuk dan warna obat, dosis yang diberikan kepadanya, waktu pemakaian dan cara pemakaian, serta efek yang dirasakan.
b. Klien menggunakan obat sesuai program.
Intervensi :
a. Jelaskan manfaat menggunakan obat secara teratur dan kerugian jika tidak minum obat.
b. Jelaskan kepada klien :
1) Jenis obat (nama, warna, dan bentuk obat)
2) Dosis yang tepat untuk klien
3) Waktu pemakaian
4) Cara pemakaian
5) Efek yang akan dirasakan klien
c. Anjurkan klien :
1) Minta dan menggunakan obat tepat waktu.
2) Lapor ke perawat atau dokter jika mengalami efek yang tidak biasa.
3) Beri pujian terhadap kedisiplinan klien menggunakan obat.



STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN
KEPERAWATAN I

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Klien mondar-mandir, tatapan tajam, nada suara tinggi.
2. Diagnosa keperawatan
Resiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
a. TUK 1 :
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. TUK 2 :
Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya.
c. TUK 3 :
Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
d. TUK 4 :
Klien dapat mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukan.
e. TUK 5 :
Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
f. TUK 6 :
Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan kemarahan.

g. TUK 7 :
Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
4. Tindakan keperawatan
a. Membina hubungan saling percaya.
b. Membantu klien mengungkapkan perasaan dan penyebab perasaannya marah.
c. Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.
d. Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan.
e. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
f. Mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
g. Mengidentifikasi cara latihan mengontrol fisik.

B. Strategi Komunikasi
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
Selamat pagi mbak perkenalkan nama saya Dewi marsanti saya biasa dipanggil Dewi, saya dinas pagi dari jam 07.00 sampai siang nanti jam 13.00. Kalau boleh kenalan nama mbak siapa ? Suka dipanggil apa ? Wah bagus sekali namanya.
b. Validasi
Sudah berapa lama Mbak Y di sini ? Apakah Mbak Y masih ingat siapa yang membawa kesini ? bagaimana perasaan Mbak Y saat ini? Masih ada perasaan kesal atau marah ?
c. Kontrak
1) Topik : Bagaimana kalau kita bercakap-cakap ?
2) Tempat : Enaknya kita bercakap-cakap dimana ? Bagaimana kalau di sini saja ?
3) Waktu : Mbak Y mau berapa lama bercakap-cakapnya ? Bagaimana kalau 10 menit ?
2. Kerja
Apa yang menyebabkan Mbak Y marah ? Apakah Mbak Y pernah marah ? Terus penyebabnya apa ? Pada saat penyebab marah itu datang apa yang Mbak Y rasakan ? Apakah Mbak Y merasa kesal ingin mengamuk ? Saat marah muncul apa yang Mbak Ylakukan ? Apakah dengan cara itu masalah Mbak Y dapat terselesaikan ? Apa akibat dari perilaku yang Mbak Y lakukan tadi ? Maukah Mbak Y belajar mengungkapkan masalah dengan baik tanpa menimbulkan kerugian ?
Ada 4 cara untuk belajar mengungkapkan masalah dengan baik tanpa menimbulkan kerugian yaitu :
a. Cara fisik pertama dengan tarik nafas, cara fisik dua memukul bantal atau kasur.
b. Secara verbal atau sosial dengan cara mengungkapkan perasaan dengan baik, menolak dengan baik, dan meminta dengan baik.
c. Secara spiritual dengan cara berdo’a, beribadah meminta pada Tuhan agar diberi kesabaran.
d. Patuh obat dengan minum obat secara teratur dengan prinsip 5 benar (benar nama klien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan akibat berhenti minum obat). Sekarang bagaimana kalau kita belajar cara fisik yang pertama dulu ? Begini Mbak Y caranya kalau tanda-tanda marah tadi sudah Mbak W rasakan maka Mbak Y berdiri lalu tarik nafas, tahan sebentar lalu keluarkan perlahan-lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan, ayo sekarang Mbak Y mencoba sendiri ? Iya Mbak Y melakukannya dengan bagus sekali.
3. Evaluasi
a. Evaluasi subyektif
Bagaimana perasaan Mbak Y setelah latihan nafaas dalam tadi ?
b. Evaluasi obyektif
Mbak Y tadi sudah melakukan latihan mengendalikan marah dengan cara fisik pertama (nafas dalam) coba Mbak Y lakukan latihan lagi saya mau lihat.
c. Rencana tindak lanjut
Coba selama saya tidak ada Mbak Y tetap melakukan latihan nafas dalam ya .
d. Kontrak
Baik bagaimana kalau besok pagi jam 08.00 saya datang dan kita latihan cara fisik yang kedua untuk mencegah atau mengontrol marah, Mbak Y mau ngobrolnya di mana ? Bagaimana kalau di sini saja ?

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN
KEPERAWATAN 2

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Klien mau melakukan cara fisik pertama (nafas dalam), klien kooperatif, kontak mata ada.
2. Diagnosa keperawatan
Resiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus 4-6
a. TUK 4 :
Klien dapat mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukan.
b. TUK 5 :
Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
c. TUK 6 :
Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan kemarahan.
4. Tindakan keperawatan
a. Mengevaluasi latihan nafas dalam
b. Latihan cara fisik


B. Strategi Komunikasi
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
Selamat pagi mbak Y sesuai janji saya kemarin pagi sekarang saya datang lagi.
b. Evaluasi / Validasi
Bagaimana perasaan Mbak Y saat ini adakah hal yang menyebabkan Mbak Y marah ?
c. Kontrak
1) Topik : Baik sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan latihan fisik untuk cara yang lain ?
2) Tempat : Mbak Y mintanya ngobrol berapa menit ? bagaimana kalau 10 menit ?
3) Waktu : Di mana kita ngobrolnya ? Bagaimana kalau duduk di kursi itu ?
2. Kerja
Kalau ada yang menyebabkan Mbak Y marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-debar, selain nafas dalam Mbak Y dapat melakukan pukul bantal atau kasur. Sekarang mari kita lakukan pukul bantal atau kasur, di mana tempat tidur Mbak Y ? Jadi nanti kalau Mbak Y kesal dan ingin marah langsung ke tempat tidur dan melampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul bantal atau kasur. Nah coba Mbak Y lakukan pukul bantal atau kasur, iya Mbak Y melakukan dengan bagus sekali. Cara ini dapat dilakukan apabila ada perasaan ingin marah, kemudian jangan lupa merapikan tempat tidurnya.
3. Terminasi
a. Evaluasi subyektif
Bagaimana perasaan Mbak Y setelah latihan cara menyalurkan marah tadi ?
b. Evaluasi obyektif
Ada berapa cara yang sudahkita latih, coba sebutkan lagi ? Mbak Y benar sekali.
c. Rencana tindak lanjut
Mbak Y latihan cara mengontrol marah yang saya ajarkan tadi ya, kalau ada keingiinan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara yang telah saya ajarkan tadi ya.
d. Kontrak
1) Topik : Baiklah kita ketemu lagi akan latihan cara mengontrol marah dengan mengungkapkan secara baik.
2) Waktu : Mau jam berapa Mbak Y ? Baik jam 9 pagi ya ?
3) Tempat : Mbak Y mintanya ngobrol di mana ? Bagaimana kalau disini lagi saja.

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN
KEPERAWATAN 3

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Klien kooperatif
2. Diagnosa keperawatan
Resiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
TUK 6 - 7:
4. Tindakan keperawatan
Melatih atau mempraktekkan cara verbal

B. Strategi Komunikasi
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
Selamat pagi mbak Y sesuai janji saya tadi sekarang kita ketemu lagi.
b. Validasi
Bagaimana Mbak Y sudah dilakukan latihan nafas dalam dan pukul bantal atau kasur ? apa yang dirasakan setelah dilakukan secara teratur ? bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah marah ?
c. Kontrak
Mbak Y mintanya ngobrol di mana ? Bagaimana kalau di sini saja, berapa lama Mbak Y mau berbincang-bincang ? Bagaimana kalau 10 menit ?
2. Kerja
Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah, kalau marah sudah disalurkan melalui tarik nafas dan pukul bantal sudah lega,maka kita perlu bicara dengan orang yang membuat kita marah. Ada 3 cara meminta dengan baik dengan nada yang rendah serta tidak menggunakan kata-kata kasar, menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh anda Mbak Y tidak ingin melakukannya katakan ”maaf saya tidak bisa melakukannya”, coba Mbak Y lakukan ! bagus sekali. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perilaku orang lain yang membuat kesal Mbak dapat mengatakan ”saya jadi ingin marah karena perkataan itu”. Coba Mbak Y praktekkan ! Wah Mbak Y bagus sekali.
3. Terminasi
a. Evaluasi subyektif
Bagaimana perasaan Mbak Y setelah kita bercakap-cakap tentang cara mengontrol marah dengan bicara yang baik ?
b. Evaluasi obyektif
Coba Mbak Y sebutkan lagi cara yang baik yang telah saya ajarkan tadi, Iya bagus sekali.

c. Rencana tindak lanjut
Mbak Y melatih terus cara-cara yang sudah saya ajarkan tadi ya.
d. Kontrak
Bagaimana kalau kita bertemu lagi kita akan latihan mengatasi rasa marah yaitu dengan cara spiritual (ibadah), Mbak Y bersedia ? mau dimana Mbak Y ngobrolnya ? Di sini lagi saja ya. Mbak Y mau latihannya jam berapa ? Bagaimana kalau jam 10.00 ?

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN
KEPERAWATAN 4

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Kontak mata ada, pasien kooperatif
2. Diagnosa keperawatan
Resiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus 6 - 7
a. TUK 6 :
Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan kemarahan.
b. TUK 7 :
Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
4. Tindakan keperawatan
Mendiskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dan secara verbal, latihan sholat atau berdo’a.

B. Strategi Komunikasi
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
Assalamu’alaikum Mbak Y sesuai janji kita kemarin sekarang saya datang lagi.
b. Validasi
Bagaimana Mbak Y latihan apa yang sudah dilakukan ? Apa yang dilakukan setelah melakukan latihan secara teratur ? Bagus sekali bagaimana rasa marahnya ?
c. Kontrak
Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara yang lain untuk mencegah rasa marah yaitu dengan ibadah, di mana enaknya kita ngobrolnya, bagaimana kalau disini saja ? Berapa lama Mbak Y mau ngobrolnya ? Bagaimana kalau 10 menit ?
2. Kerja
Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa Mbak Y lakukan, bagus sekali yang mana yang mau dicoba ? Nah kalau Mbak Y sedang marah Mbak Y langsung duduk tarik nafas dalam jika tidak reda juga marahnya rendahkan badan agar rileks jika tidak reda juga, ambil air wudhlu kemudian sholat, Mbak Y bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan kemarahan. Coba Mbak Y sebutkan sholat 5 waktu ! Bagus mau coba yang mana, coba sebutkan caranya !
3. Terminasi
Bagaimana perasaan Mbak Y setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang ketiga ini ? Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari ? Bagus
Coba Mbak Y sebutkan lagi cara ibadah sholat yang dapat Mbak Y lakukan bila Mbak Y merasa marah.
Baiklah kita ketemu lagi ya, Mbak Y besok kita bicarakan cara yang lain untuk mengontrol rasa marah yaitu dengan patuh minum obat, mau jam berapa Mbak Y ? Jam 08.00
Besok kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk mengontrol rasa marah Mbak Y, setuju ?
Sampai ketemu besok ya assalamu’alaikum.

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN
KEPERAWATAN 5

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Pasien tampak tenang dan kooperatif.
2. Diagnosa keperawatan
Resiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
a. TUK 6 :
Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan kemarahan.
b. TUK 7 :
Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
4. Tindakan keperawatan
a. Evaluasi jadwal kegiatan harian praktek pasien untuk mencegah marah yang sudah dilakukan.
b. Latihan pasien minum obat secara teratur dengan prinsip 5 benar (benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan akibat berhenti minum obat) disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat.
c. Susun jadwal minum obat secara teratur.

B. Strategi Komunikasi
1. Orientasi
Assalamu’alaikum Mbak Y sesuai dengan janji saya kemarin hari ini kita ketemu lagi. Bagaimana Mbak Y sudah dilakukan latihan tarik nafas dalam, pukul kasur atau bantal, bicara yang baik serta sholat ? Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur ? Coba kita latihan atau cek kegiatannya ? Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum obat yang benar untuk mengontrol rasa marah ? Di mana kita akan berbincang ? Bagaimana kalau di tempat kemarin ? Berapa lama Mbak Y mau berbincang-bincang ? Bagaiamana kalau 10 menit ?
2. Kerja
Mbak Y sudah dapat obat dari dokter ? Berapa macam obat yang Mbak Y minum ? Warnanya apa saja ? Bagus, Jam berapa Mbak Y minum ? Bagus ! Obatnya ada berapa macam Mbak Y kalau yang warnanya orange namanya CPZ gunanya agar pikiran tenang, yang putih namanya THP agar rileks dan tidak tegang, dan yang merah jambu namanya HLP agar pikiran teratur dan rasa marah berkurang. Semua ini harus Mbak Y minum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam. Bila nanti setelah minum obat mulut Mbak Y terasa kering untuk membantu mengatasinya bisa menghisap es batu dan bila mata merasa berkunang-kunang Mbak Y sebaiknya istirahat dan jangan beraktivitas dulu.
Nanti di rumah sebelum minum obat ini Mbak Y lihat dulu di tabel kotak obat, apakah benar Mbak Y tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum, jam berapa harus diminum, apakah nama obatnya sudah benar ? Di sini minta obatnya pada perawat kemudian cek lagi apakah benar obatnya ? Jangan pernah menghentikan minum obatnya sebelum konsultasi dengan dokter ya Mbak Y, karena dapat terjadi kekambuhan. Sekarang mari kita masukkan waktu minum obat ke dalam jadwal ya Mbak Y.
3. Terminasi
Bagaimana perasaan Mbak Y setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum obat yang benar. Nah sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari, sekarang kita tambahkan jadwal kegiatannya dengan minum obat, jangan lupa laksanakan semua dengan teratur ya ? Baik, besuk kita ketemu kembali untuk melihat sejauhmana Mbak Y melaksanakan kegiatan dan sejauh mana dapat mencegah rasa marah, sampai jumpa Mbak Y.
Assalamu’alaikum.


LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama
Gangguan Harga diri rendah

B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Perilaku menarik diri adalah suatu usaha untuk menghindari interaksi dan hubungan dengan orang lain (Tucker, 1998).
Menarik diri adalah kondisi atau keadaan di mana individu mengalami atau beresiko terhadap respon ketidakefektifan dan ketidakpuasan dan interaksi (Carpenito, 2001).
Menarik diri adalah suatu usaha untuk menghindari interaksi dengan orang lain (Keliat, 1999).
Menarik diri adalah kondisi kesepian yang diekpresikan oleh individu dan dirasakan sebagai yang ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan yang negatif dan mengancam (Townsend, 1998).
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) rentang respon sosial dari adaptif dan mal adaptif dapat digambarkan.
2. Tanda dan gejala
a. Kurang spontan
b. Apatis
c. Ekspresi wajah kurang berseri
d. Afek tumpul
e. Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri
f. Komunikasi verbal menurun atau tidak ada
g. Mengisolasi diri, klien tampak memisahkan diri dengan orang lain
h. Tidak ada atau kurang sadar dengan keadaan lingkungan
i. Aktifitas menurun
j. Kurang energi harga diri rendah
k. Pada saat tidur posisi seperti janin
Tanda dan gejala klien dengan gangguan isolasi sosial adalah sedih, kontak mata hilang atau kurang, efek tumpul, melakukan tindakan berulang yang tidak bermakna, posisi tidur seperti janin, mengekspresikan perasaan sendiri atau penolakan, disfungsi, interaksi dengan sebaya, keluarga atau orang lain, menjaga jarak dengan orang lain dan tidak komunikatif. (Townsend 1998).
3. Akibat dan mekanisme
a. Akibat yang mungkin ditimbulkan pada klien yang mengalami isolasi sosial yaitu resiko perilaku kekerasan.
b. Mekanisme
Pada klien menarik diri atau isolasi sosial, klien hanya menerima rangsangan internal tanpa mempertimbangkan imajinasi berlebihan.
4. Penyebab dan mekanisme
a. Gangguan persepsi sensori : harga diri rendah.

b. Mekanisme
Harga diri rendah pada klien isolasi sosial karena kegagalan membina hubungan dengan teman dan kurangnya dukungan dari orang lain atau orang tua, banyaknya permasalahannya yang dihadapi, ketegangan kecemasan yang tidak terjamin untuk mengembangkan kehangatan, kehangatan emosional dalam hubungan yang positif dengan orang lain sehingga klien merasa minder untuk berinteraksi dengan orang lain.

C. Pohon Masalah
Risiko perilaku kekerasan

Isolasi sosial

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

D. Masalah Keperawatan
1. Risiko menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
Data :
a. Agresif
b. Gaduh
c. Gelisah
d. Menyentuh oran lain secara menyakitkan
e. Mengancam melukai
f. Marah tingkat ringan sampai serius
2. Gangguan isolasi sosial
Data yang perlu dikaji :
a. Gangguan pola makan, nafsu makan menurun atau meningkat
b. BB meningkat atau menurun drastis
c. Kemunduran kesehatan fisik
d. Tidur berlebihan
e. Tinggal di tempat tidur dengan waktuyang lama
f. Banyak tidur siang
g. Kurang bergairah
h. Tidak peduli lingkungan
i. Kegiatan menurun
j. Mondar-mandir, mematung, gerakan langsung
k. Apatis
l. Efek tumpul dan komunikasi verbal kurang
3. Gangguan konsep diri, harga diri rendah
Data yang perlu dikaji :
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri
b. perasaan atau pikiran negatif terhadap orang lain
c. Rasa bersalah terhadap diri sendiri
d. Percaya diri kurang
e. Menciderai diri akibat harga diri rendahd dan harapan yang suram
f. Pembicaraan kacau
g. Merasa tidak berguna, tidak bisa melakukan peran
E. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perilaku kekerasan
2. Isolasi sosial
3. Gangguan konsep diri, menarik diri

F. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Isolasi sosial
a. Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi.
b. TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Intervensi :
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
c. TUK 2 : Klien dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial
Intervensi :
1) Kaji pengetahuan klien tentang perilaku isolasi sosial dan tanda-tanda
2) Berikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab isolasi sosial atau tidak mau bergabung
3) Diskusikan bersama klien tentang perilaku isolasi sosial tanda-tanda serta penyebab yang muncul
4) Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
d. TUK 3 : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubugnan dengan orang lain.
Intervensi :
1) Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan
2) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.
3) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
4) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubugan dengan orang lain
5) Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
6) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
7) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
8) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
e. TUK 4 : Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
2) Dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap :
a). K – P
b). K – P – P lain
c). K – P – P lain – K lain
d). K – Kel / Kelp / Masy
3) Beri reinforcement terhadap keberhasilan yang telah dicapai
4) Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
5) Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu
6) Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
7) Beri reinforcement atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan.
f. TUK 5 : Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungand engan orang lain.
Intervensi :
1) Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain
2) Diskusikan denga klien tentang perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain.
3) Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain.
g. TUK 6 : Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atas keluarga mampu mengembangkan kemampua klien untuk bertanya pada orang lain.
Intervensi :
1) Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
a). Salam perkenalkan diri
b). Sampaikan tujuan
c). Buat kontrak
d). Eksplorasi perasaan klien
2) Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
a). Perilaku isolasi sosial
b). Penyebab perilaku isolasi sosial
c). Akibat yang akan terjadi jika perilaku sosial tidak ditanggapi
d). Cara keluarga menghadapi klien isolasi sosial
3) Dorong anggota keluarga untuk memberi dukungan kepada klien untuk berkomunikasi dengan orang lain
4) Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergagitan menjenguk untuk terminal satu kali seminggu
5) Beri reinforcement atas hal-hal yang telah dicapai oleh klien.

DAFTAR PUSTAKA



Carpenito, L.J., 2001, Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan), Edisi 8, EGC, Jakarta.

Kaplan, H.I., Sadock, B.J., 1998, Ilmu Kedokteran Jiwa, Widya Medika, Jakarta

Kaplan, H.I., Sadock, B.J., 2005, Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat (terjemahan), Widya Medika, Jakarta.

Keliat, B.A., Herawati, N., Panjaitan, R.U., dan Helen N., 1998, Proses Keperawatan Jiwa, EGC, Jakarta.

Keliat, B.A., 2005, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi 2, EGC, Jakarta.

Kusuma W., 1997, Kedaruratan Psikiatrik dalam Praktek, EGC, Jakarta.

Nanda, 2001, Diagnosis Keperawatan Nanda, Jakarta

Nanda, 2006, Nursing Diagnosis : Definition and Clasification, Philadelpia.

Stuart, G.W dan Sundeen, S.J., 1998, Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan), EGC, Jakarta.

Townsend, M.C., 1998, Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatrik (terjemahan), Edisi 3, EGC, Jakarta