Cari

Kamis, 13 Agustus 2009

Aids

AIDS

Pengertian
AIDS atauAcquired Immune Deficiency Sindrome merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh vurus yang disebut HIV. Dalam bahasa Indonesia dapat dialih katakana sebagai Sindrome Cacat Kekebalan Tubuh Dapatan.

Acquired : Didapat, Bukan penyakit keturunan

Immune : Sistem kekebalan tubuh

Deficiency : Kekurangan

Syndrome : Kumpulan gejala-gejala penyakit
Kerusakan progrwsif pada system kekebalan tubuh menyebabkan ODHA ( orang dengan HIV /AIDS ) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan pasien sakit parah bahkan meninggal.
AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh factor luar ( bukan dibawa sejak lahir )
AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodefciency Virus ( HIV ). ( Suzane C. Smetzler dan Brenda G.Bare )
AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan pelbagi infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi ( Center for Disease Control and Prevention )

Etiologi

AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T.
Patofisiologi

Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T 4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.

Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong.

Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.

Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.

Klasifikasi

Sejak 1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan indicator AIDS (kategori C) dan orang yang termasuk didalam kategori A3 atau B3 dianggap menderita AIDS.
Kategori Klinis A

Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori klinis B dan C
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.
Limpanodenopati generalisata yang persisten ( PGI : Persistent Generalized Limpanodenophaty )
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit yang menyertai atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut.
Kategori Klinis B

Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :
Angiomatosis Baksilaris
Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap terapi
Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )
Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1 bulan.
Leukoplakial yang berambut
Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu dermaton saraf.
Idiopatik Trombositopenik Purpura
Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii
Kategori Klinis C

Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup :
Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus
Kanker serviks inpasif
Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata
Kriptokokosis ekstrapulmoner
Kriptosporidosis internal kronis
Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe )
Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )
Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )
Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )
Isoproasis intestinal yang kronis
Sarkoma Kaposi
Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak
Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner
M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner )
Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner
Pneumonia Pneumocystic Cranii
Pneumonia Rekuren
Leukoenselophaty multifokal progresiva
Septikemia salmonella yang rekuren
Toksoplamosis otak
Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)


5. Gejala Dan Tanda

Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.

Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal
infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)

Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh.
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala

Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan diperoleh hasil positif.
Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.

6. Komplikasi

a. Oral Lesi

Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat.

b. Neurologik

- kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social.

- Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.

-. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.

- Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV)

c. Gastrointestinal

- Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.

- Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.

- Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.

d. Respirasi

Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.

e. Dermatologik

Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.

f. Sensorik

- Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan

- Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.


7. Penatalaksanaan

Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :

- Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak terinfeksi.

- Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi.

- Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.

- Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.

- Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.

Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terpinya yaitu :
Pengendalian Infeksi Opurtunistik

Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
Terapi AZT (Azidotimidin)

Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
Terapi Antiviral Baru

Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :

– Didanosine

– Ribavirin

– Diedoxycytidine

– Recombinant CD 4 dapat larut
Vaksin dan Rekonstruksi Virus

Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).


Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Riwayat Penyakit

Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Umur kronologis pasien juga mempengaruhi imunokompetens. Respon imun sangat tertekan pada orang yang sangat muda karena belum berkembangnya kelenjar timus. Pada lansia, atropi kelenjar timus dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Banyak penyakit kronik yang berhubungan dengan melemahnya fungsi imun. Diabetes meilitus, anemia aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yang kronis, keberadaan penyakit seperti ini harus dianggap sebagai factor penunjang saat mengkaji status imunokompetens pasien. Berikut bentuk kelainan hospes dan penyakit serta terapi yang berhubungan dengan kelainan hospes :

- Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T )

Terapi radiasi,defisiensi nutrisi,penuaan,aplasia timik,limpoma,kortikosteroid,globulin anti limfosit,disfungsi timik congenital.

- Kerusakan imunitas humoral (Antibodi)

Limfositik leukemia kronis,mieloma,hipogamaglobulemia congenital,protein – liosing enteropati (peradangan usus)

b. Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Sujektif)

- Aktifitas / Istirahat

Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan pola tidur.

Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktifitas ( Perubahan TD, frekuensi Jantun dan pernafasan ).

- Sirkulasi

Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada cedera.

Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer, pucat / sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.

- Integritas dan Ego

Gejala : Stress berhubungan dengan kehilangan,mengkuatirkan penampilan, mengingkari doagnosa, putus asa,dan sebagainya.

Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.

- Eliminasi

Gejala : Diare intermitten, terus – menerus, sering dengan atau tanpa kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi

Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat dan sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal,perianal,perubahan jumlah,warna,dan karakteristik urine.

- Makanan / Cairan

Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia

Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi yang buruk, edema

- Hygiene

Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS

Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.

- Neurosensoro

Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan status indera,kelemahan otot,tremor,perubahan penglihatan.

Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang.

- Nyeri / Kenyamanan

Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri dada pleuritis.

Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan rentan gerak,pincang.

- Pernafasan

Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk, sesak pada dada.

Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas, adanya sputum.

- Keamanan

Gejala : Riwayat jatuh, terbakar,pingsan,luka,transfuse darah,penyakit defisiensi imun, demam berulang,berkeringat malam.

Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya nodul, pelebaran kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum, tekanan umum.

-Seksualitas

Gejala : Riwayat berprilaku seks beresiko tinggi,menurunnya libido,penggunaan pil pencegah kehamilan.

Tanda : Kehamilan,herpes genetalia

- Interaksi Sosial

Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis,isolasi,kesepian,adanya trauma AIDS

Tanda : Perubahan interaksi

- Penyuluhan / Pembelajaran

Gejala : Kegagalan dalam perawatan,prilaku seks beresiko tinggi,penyalahgunaan obat-obatan IV,merokok,alkoholik.


c. Pemeriksaan Diagnostik

a. Tes Laboratorium

Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV)

1. Serologis

- Tes antibody serum

Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan diagnosa

- Tes blot western

Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)

- Sel T limfosit

Penurunan jumlah total

- Sel T4 helper

Indikator system imun (jumlah <200>

- T8 ( sel supresor sitopatik )

Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.

- P24 ( Protein pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus (HIV ) )

Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi

- Kadar Ig

Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal

- Reaksi rantai polimerase

Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.

- Tes PHS

Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif


2. Budaya

Histologis, pemeriksaan sitologis urine, darah, feces, cairan spina, luka, sputum, dan sekresi, untuk mengidentifikasi adanya infeksi : parasit, protozoa, jamur, bakteri, viral.

3. Neurologis

EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
Tes Lainnya
Sinar X dada

Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau adanya komplikasi lain
Tes Fungsi Pulmonal

Deteksi awal pneumonia interstisial
Skan Gallium

Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia lainnya.
Biopsis

Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
Brankoskopi / pencucian trakeobronkial

Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru


b. Tes Antibodi

Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka system imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Antibody terbentuk dalam 3 – 12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 – 12 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif, kemampuan mendeteksi antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk darah dan memudahkan evaluasi diagnostic.

Pada tahun 1985 Food and Drug Administration (FDA) memberi lisensi tentang uji – kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) bagi semua pendonor darah atau plasma. Tes tersebut, yaitu :

1. Tes Enzym – Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)

Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan kepada virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). ELISA tidak menegakan diagnosa AIDS tapi hanya menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Orang yang dalam darahnya terdapat antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) disebut seropositif.

2. Western Blot Assay

Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memastikan seropositifitas Human Immunodeficiency Virus (HIV)

3. Indirect Immunoflouresence

Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan seropositifitas.

4. Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )

Mendeteksi protein dari pada antibody.


c. Pelacakan Human Immunodeficiency Virus (HIV)

Penentuan langsung ada dan aktivitasnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk melacak perjalanan penyakit dan responnya. Protein tersebut disebut protein virus p24, pemerikasaan p24 antigen capture assay sangat spesifik untuk HIV – 1. tapi kadar p24 pada penderita infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) sangat rendah, pasien dengantiter p24 punya kemungkinan lebih lanjut lebih besar dari menjadi AIDS.

Pemeriksaan ini digunakan dengan tes lainnya untuk mengevaluasi efek anti virus. Pemeriksaan kultur Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau kultur plasma kuantitatif dan viremia plasma merupakan tes tambahan yang mengukur beban virus ( viral burden )

AIDS muncul setelah benteng pertahanan tubuh yaitu sistem kekebalan alamiah melawan bibit penyakit runtuh oleh virus HIV, dengan runtuhnya/hancurnya sel-sel limfosit T karena kekurangan sel T, maka penderita mudah sekali terserang infeksi dan kanker yang sederhana sekalipun, yang untuk orang normal tidak berarti. Jadi bukan AIDS nya sendiri yang menyebabkan kematian penderita, melainkan infeksi dan kanker yang dideritanya.

HIV biasanya ditularkan melalui hubungan seks dengan orang yang mengidap virus tersebut dan terdapat kontak langsung dengan darah atau produk darah dan cairan tubuh lainnya. Pada wanita virus mungkin masuk melalui luka atau lecet pada mulut rahim/vagina. Begitu pula virus memasuki aliran darah pria jika pada genitalnya ada luka/lecet. Hubungan seks melalui anus berisiko tinggi untuk terinfeksi, namun juga vaginal dan oral. HIV juga dapat ditularkan melalui kontak langsung darah dengan darah, seperti jarum suntik (pecandu obat narkotik suntikan), transfusi darah/produk darah dan ibu hamil ke bayinya saat melahirkan. Tidak ada bukti penularan melalui kontak sehari-hari seperti berjabat tangan, mencium, gels bekas dipakai penderita, handuk atau melalui closet umum, karena virus ini sangat rapuh.

Masa inkubasi/masa laten sangat tergantung pada daya tahan tubuh masing-masing orang, rata-rata 5-10 tahun. Selama masa ini orang tidak memperlihatkan gejala-gejala, walaupun jumlah HIV semakin bertambah dan sel T4 semakin menururn. Semakin rendah jumlah sel T4, semakin rusak sistem kekebalan tubuh.

Pada waktu sistem kekebalan tubuh sudah dalam keadaan parah, seseorang yang mengidap HIV/AIDS akan mulai menampakkan gejala-gejala AIDS.

Kamis, 06 Agustus 2009

Hayati hidup

Hidup itu indah.
Biarpun cuma sesaat tapi berjuta rasa. Senang cuma sesaat, sedih juga sesaat, tertawa juga sesaat, menangis,tersenyum,merana,bahagia,kecewa dan lain-lain rasa yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Semua rasa itu silih berganti mewarnai kehidupan ini, bagaikan roda yang terus berputar. Kaya, miskin, tua, muda (yang masih normal) sama rata bisa merasakannya, sungguh adil sang pencipta. Begitu banyak orang didunia ini beda rupa, karakter, juga beda cara menyikapi. Pernahkah dalam hati bertanya "aku hidup untuk apa?"
Aku hidup untuk siapa?
Aku hidup tujuannya apa?
pertanyaan yg mudah di jawab tapi sulit untuk direalisasikan!!
Aduh aku belum bisa menjawab pertanyaanku sendiri. Akankah hidupku penuh tanda tanya gak jelaz? Kapan aku bisa merubah hidupku yang monoton penuh luka putus asa? Kapan aku bisa menerima kenyataan apa yang telah terjadi sampai sekarang terus membayangi? Pertanyaan yg terakhir "kapan aku bisa menjawab pertanyaanku ini?? Akankah terjawab?!"

Rabu, 05 Agustus 2009

Hancur hatiku

Hari ini hari yang cukup indah buatku. Begini saudara ceritanya, panjang sekali saudara ceritanya. mulai bangun tidur sekujur tubuhku terasa gatal lalu tak garuk malah benjol semua setelah itu badanku terasa demam lalu aku tidur lagi. Setelah bangun lagi aku mandi habis itu nyuci pakaian eh sakitku malah tambah tambah parah, daripada aku susah mikirin sakit aq buka hp mo buka facebook eh malah hpku blank. Lalu aku keluar jalan-jalan sekalian servis hpku yg rusak, sesudah sampai di konter mekaniknya bilang nanti jam7 selesai mas.. Yaudh q tinggal nongkrong dulu sampai jam7 aku balik ke konter truz nunggu sampai jam9 ternyata hpku blm kelar,,mekaniknya bilang besok kelar mas gitu. Kalau besok belum kelar kontermu mo tak bakar ucapku dlm hati. Yaudh lalu aku pulang sesampai dikamar aku nyalakan komputer berniat menyetel musik rock kesukaanku untuk mengusir stres di otakku, setelah komputer nyala aku klik winamp utuk mendengarkan musik eh malah winampnya eror. Lalu aku matikan komputerku, lalu aku pergi ke dapur mo makan perutku lapar banget. Sesampai didapur gak ad makanan sama sekali aduh laper banget.. Yaudhlah mo ngrokok aj, rokokku masih bnyk. Truz nyalainnya pake apa ya, ternyata gk ad korek. Judule sungguh terlalu

Sabtu, 01 Agustus 2009

Fitnah

Kalau tidak salah kawan rokib tercipta sebagai pencatat amal buruk manusia yang kelak akan diminta pertanggung jawaban.
Banyak manusia yang tidak sadar akan adanya kawan rokib dan atit yang selalu menemani kita disetiap langkah, yang selalu mencatat amal baik kita dan amal buruk kita. Kenapa manusia malah sibuk menilai sesamanya,mencatat kekurangan dan kejelekan atau aib sesamanya bahkan ada manusia yang tega menyebarkan fitnah??? Jawab goblog!!!

Minggu, 26 Juli 2009

accept

accept your self as it is

believe

believe towards your ability to reachess what you want in life

care

care in your ability reachess what you want in life

dinstruct

dinstruct idea in positive matter that increase self belief

earn

accept appreciation that given another person permanently try to be best

face

face problem truly and sure

go

leave from truth

homework

homework important step for information collecting

ignore

ignore reproach one who get in the way your road achieves aim

jealously

jealously can make you can not appreciate your surplus self

keep

then try although several times fail

learn

learn from error and out for doesn't repeating it

mind

look at affair self and doesn't scattered gossip about another person

never

don't involved sex scandal, prohibitive medicine, and alcohol

observe

perceive every thing at around you. look at, listen to, learn from another person.

patience

patient priceless strength that makes you then try

question

question necessary to look for true answer and science increase

respect

esteem ownself and also another person

self

self confidence, selfrespect, self image, self honour will free us from moment moment tense

take

responsible in every your action

understand

comprehend that that alive fluctuates, but there's nothing can beat you

value

ownself value and another person, try to do best

work

work actively, don't forget to pray

x'tra

harder effort brings success

you

you can make a different

zero

effort zero bring result zero also

Senin, 22 Juni 2009

GLUKOMA

GLUKOMA

A. DEFINISI
Glaukoma adalah suatu penyakit yang memberikan gambaran klinik berupa peninggian tekanan bola mata, penggaungan papil saraf optik dengan defek lapang pandangan mata.(Sidarta Ilyas,2000).
Galukoma adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler.( Long Barbara, 1996)

B. ETIOLOGI
Penyakit yang ditandai dengan peninggian tekanan intraokuler ini disebabkan oleh :
- Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan ciliary
- Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil

C. KLASIFIKASI
1. Glaukoma primer
- Glaukoma sudut terbuka
Merupakan sebagian besar dari glaukoma ( 90-95% ) , yang meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang secara lambat. Disebut sudut terbuka karena humor aqueousmempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan degeneratif jaringan rabekular, saluran schleem, dan saluran yg berdekatan. Perubahan saraf optik juga dapat terjadi. Gejala awal biasanya tidak ada, kelainan diagnose dengan peningkatan TIO dan sudut ruang anterior normal. Peningkatan tekanan dapat dihubungkan dengan nyeri mata yang timbul.
- Glaukoma sudut tertutup(sudut sempit)
Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara anatomis menyempit sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan menghambat humor aqueous mengalir ke saluran schlemm. Pergerakan iris ke depan dapat karena peningkatan tekanan vitreus, penambahan cairan di ruang posterior atau lensa yang mengeras karena usia tua. Gejala yang timbul dari penutupan yang tiba- tiba dan meningkatnya TIO, dapat berupa nyeri mata yang berat, penglihatan yang kabur dan terlihat hal. Penempelan iris menyebabkan dilatasi pupil, bila tidak segera ditangani akan terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat.
2. Glaukoma sekunder
Dapat terjadi dari peradangan mata , perubahan pembuluh darah dan trauma . Dapat mirip dengan sudut terbuka atau tertutup tergantung pada penyebab.
- Perubahan lensa
- Kelainan uvea
- Trauma
- bedah
3. Glaukoma kongenital
- Primer atau infantil
- Menyertai kelainan kongenital lainnya
4. Glaukoma absolut
Merupakan stadium akhir glaukoma ( sempit/ terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut .Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan eksvasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit.sering mata dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskulisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik.
Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta pada badan siliar, alkohol retrobulber atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.

Berdasarkan lamanya :
1. GLAUKOMA AKUT
a. Definisi
Glaukoma akut adalah penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan intraokuler yang meningkat mendadak sangat tinggi.
b. Etiologi
Dapat terjadi primer, yaitu timbul pada mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik mata depan yang sempit pada kedua mata, atau secara sekunder sebagai akibat penyakit mata lain. Yang paling banyak dijumpai adalah bentuk primer, menyerang pasien usia 40 tahun atau lebih.

c. Faktor Predisposisi
Pada bentuk primer, faktor predisposisinya berupa pemakaian obat-obatan midriatik, berdiam lama di tempat gelap, dan gangguan emosional. Bentuk sekunder sering disebabkan hifema, luksasi/subluksasi lensa, katarak intumesen atau katarak hipermatur, uveitis dengan suklusio/oklusio pupil dan iris bombe, atau pasca pembedahan intraokuler.
d. Manifestasi klinik
1). Mata terasa sangat sakit. Rasa sakit ini mengenai sekitar mata dan daerah belakang kepala .
2). Akibat rasa sakit yang berat terdapat gejala gastrointestinal berupa mual dan muntah , kadang-kadang dapat mengaburkan gejala glaukoma akut.
3). Tajam penglihatan sangat menurun.
4). Terdapat halo atau pelangi di sekitar lampu yang dilihat.
5). Konjungtiva bulbi kemotik atau edema dengan injeksi siliar.
6). Edema kornea berat sehingga kornea terlihat keruh.
7). Bilik mata depan sangat dangkal dengan efek tyndal yang positif, akibat timbulnya reaksi radang uvea.
8). Pupil lebar dengan reaksi terhadap sinar yang lambat.
9). Pemeriksaan funduskopi sukar dilakukan karena terdapat kekeruhan media penglihatan.
10). Tekanan bola mata sangat tinggi.
11). Tekanan bola mata antara dua serangan dapat sangat normal.
e. Pemeriksaan Penunjang
Pengukuran dengan tonometri Schiotz menunjukkan peningkatan tekanan.
Perimetri, Gonioskopi, dan Tonografi dilakukan setelah edema kornea menghilang.
f. Penatalaksanaan
Penderita dirawat dan dipersiapkan untuk operasi. Dievaluasi tekanan intraokuler (TIO) dan keadaan mata. Bila TIO tetap tidak turun, lakukan operasi segera. Sebelumnya berikan infus manitol 20% 300-500 ml, 60 tetes/menit. Jenis operasi, iridektomi atau filtrasi, ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaab gonoskopi setelah pengobatan medikamentosa.

2. GLAUKOMA KRONIK
a. Definisi
Glaukoma kronik adalah penyakit mata dengan gejala peningkatan tekanan bola mata sehingga terjadi kerusakan anatomi dan fungsi mata yang permanen.
b. Etiologi
Keturunan dalam keluarga, diabetes melitus, arteriosklerosis, pemakaian kortikosteroid jangka panjang, miopia tinggi dan progresif.
c. Manifestasi klinik
Gejala-gejala terjadi akibat peningkatan tekanan bola mata. Penyakit berkembang secara lambat namun pasti. Penampilan bola mata seperti normal dan sebagian tidak mempunyai keluhan pada stadium dini. Pada stadium lanjut keluhannya berupa pasien sering menabrak karena pandangan gelap, lebih kabur, lapang pandang sempit, hingga kebutaan permanen.
d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tekanan bola mata dengan palpasi dan tonometri menunjukkan peningkatan. Nilai dianggap abnormal 21-25 mmHg dan dianggap patologik diatas 25 mmHg.
Pada funduskopi ditemukan cekungan papil menjadi lebih lebar dan dalam, dinding cekungan bergaung, warna memucat, dan terdapat perdarahan papil. Pemeriksaan lapang pandang menunjukkan lapang pandang menyempit, depresi bagian nasal, tangga Ronne, atau skotoma busur.
e. Penatalaksanaan
Pasien diminta datang teratur 6 bulan sekali, dinilai tekanan bola mata dan lapang pandang. Bila lapang pandang semakin memburuk,meskipun hasil pengukuran tekanan bola mata dalam batas normal, terapi ditingkatkan. Dianjurkan berolahraga dan minum harus sedikit-sedikit.


D. PATHWAY GLAUKOMA


E. ASUHAN KEPERAWATAN
1). Pengkajian
a) Aktivitas / Istirahat :
Perubahan aktivitas biasanya / hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
b) Makanan / Cairan :
Mual, muntah (glaukoma akut)


c) Neurosensori :
Gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/merasa di ruang gelap (katarak).
Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer, fotofobia(glaukoma akut).
Perubahan kacamata/pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda :
Papil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan.
Peningkatan air mata.
d) Nyeri / Kenyamanan :
Ketidaknyamanan ringan/mata berair (glaukoma kronis)
Nyeri tiba-tiba/berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala (glaukoma akut).
e) Penyuluhan / Pembelajaran
Riwayat keluarga glaukoma, DM, gangguan sistem vaskuler.
Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor (contoh: peningkatan tekanan vena), ketidakseimbangan endokrin.
Terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas fenotiazin.
2). Pemeriksaan Diagnostik
(1) Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan) : Mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, aquous atau vitreus humor, kesalahan refraksi, atau penyakit syaraf atau penglihatan ke retina atau jalan optik.
(2) Lapang penglihatan : Penurunan mungkin disebabkan CSV, massa tumor pada hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau glaukoma.
(3) Pengukuran tonografi : Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25 mmHg)
(4) Pengukuran gonioskopi :Membantu membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glaukoma.
(5) Tes Provokatif :digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal atau hanya meningkat ringan.
(6) Pemeriksaan oftalmoskopi:Mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma.
(7) Darah lengkap, LED :Menunjukkan anemia sistemik/infeksi.
(8) EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan aterosklerosisi,PAK.
(9) Tes Toleransi Glukosa :menentukan adanya DM.

F. Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi
a. Nyeri b/d peningkatan tekanan intra okuler (TIO) yang ditandai dengan mual dan muntah.
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
- pasien mendemonstrasikan pengetahuan akan penilaian pengontrolan nyeri
- pasien mengatakan nyeri berkurang/hilang
- ekspresi wajah rileks
Intervensi :
- kaji tipe intensitas dan lokasi nyeri
- kaji tingkatan skala nyeri untuk menentukan dosis analgesik
- anjurkan istirahat ditempat tidur dalam ruangan yang tenang
- atur sikap fowler 300 atau dalam posisi nyaman.
- Hindari mual, muntah karena ini akan meningkatkan TIO
- Alihkan perhatian pada hal-hal yang menyenangkan
- Berikan analgesik sesuai anjuran
b. Gangguan persepsi sensori : penglihatan b.d gangguan penerimaan;gangguan status organ ditandai dengan kehilangan lapang pandang progresif.
Tujuan : Penggunaan penglihatan yang optimal
Kriteria Hasil:
- Pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan
- Pasien akan mempertahankan lapang ketajaman penglihatan tanpa kehilangan lebih lanjut.
Intervensi :
- Pastikan derajat/tipe kehilangan penglihatan
- Dorong mengekspresikan perasaan tentang kehilangan / kemungkinan kehilangan penglihatan
- Tunjukkan pemberian tetes mata, contoh menghitung tetesan, menikuti jadwal, tidak salah dosis
- Lakukan tindakan untuk membantu pasien menanganiketerbatasan penglihatan, contoh, kurangi kekacauan,atur perabot, ingatkan memutar kepala ke subjek yang terlihat; perbaiki sinar suram dan masalah penglihatan malam.
- Kolaborasi obat sesuai dengan indikasi
c. Ansitas b. d faktor fisilogis, perubahan status kesehatan, adanya nyeri, kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan ditandai dengan ketakutan, ragu-ragu, menyatakan masalah tentang perubahan kejadian hidup.
Tujuan : Cemas hilang atau berkurang
Kriteria Hasil:
- Pasien tampak rileks dan melaporkan ansitas menurun sampai tingkat dapat diatasi.
- Pasien menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah
- Pasien menggunakan sumber secara efektif
Intervensi :
- Kaji tingkat ansitas, derajat pengalaman nyeri/timbul nya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini.
- Berikan informasi yang akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan bahwa pengawasan dan pengobatan mencegah kehilangan penglihatan tambahan.
- Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan.
- Identifikasi sumber/orang yang menolong.

d. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan b.d kurang terpajan/tak mengenal sumber, kurang mengingat, salah interpretasi, ditandai dengan ;pertanyaan, pernyataan salah persepsi, tak akurat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah.
Tujuan : Klien mengetahui tentang kondisi,prognosis dan pengobatannya.
Kriteria Hasil:
- pasien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan.
- Mengidentifikasi hubungan antar gejala/tanda dengan proses penyakit
- Melakukan prosedur dengan benar dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi :
- Diskusikan perlunya menggunakan identifikasi,
- Tunjukkan tehnik yang benar pemberian tetes mata.
- Izinkan pasien mengulang tindakan.
- Kaji pentingnya mempertahankan jadwal obat, contoh tetes mata. Diskusikan obat yang harus dihindari, contoh midriatik, kelebihan pemakaian steroid topikal.
- Identifikasi efek samping/reaksi merugikan dari pengobatan (penurunan nafsu makan, mual/muntah, kelemahan,
jantung tak teratur dll.
- Dorong pasien membuat perubahan yang perlu untuk pola hidup
- Dorong menghindari aktivitas,seperti mengangkat berat/men dorong, menggunakan baju ketat dan sempit.
- Diskusikan pertimbangan diet, cairan adekuat dan makanan berserat.
- Tekankan pemeriksaan rutin.
- Anjurkan anggota keluarga memeriksa secara teratur tanda glaukoma.

DAFTAR PUSTAKA

1. Junadi P. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, FK-UI, 1982

2. Sidarta Ilyas, Ilmu Penyakit Mata, FKUI, 2000.

3. Long C Barbara. Medical surgical Nursing. 1992

4. Doungoes, marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed 3, EGC, Jakarta, 2000

5. Susan Martin Tucker, Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosisi dan Evaluasi. Ed 5 Vol3 EGC. Jakarta 1993

DIABETES MELLITUS

DIABETES MELLITUS

A. Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).

B. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)

C. Etiologi
1. Diabetes tipe I:
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga

D. Patofisiologi/Pathways




E. Tanda dan Gejala
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10. Neuropati viseral
11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
15. Penyakit koroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
17. Hipertensi
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
- Plasma vena
- Darah kapiler
Kadar glukosa darah puasa
- Plasma vena
- Darah kapiler

< 100
<80


<110
<90

100-200
80-200


110-120
90-110

>200
>200


>126
>110
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

G. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan

H. Pengkajian
? Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
? Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
? Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.

? Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
? Integritas Ego
Stress, ansietas
? Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
? Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
? Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan.
? Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
? Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
? Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

I. Masalah Keperawatan
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
2. Kekurangan volume cairan
3. Gangguan integritas kulit
4. Resiko terjadi injury

J. Intervensi
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak.
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
? Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
? Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
? Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
? Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.
? Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
? Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral.
? Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.
? Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.
? Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
? Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
? Kolaborasi dengan ahli diet.

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.

Intervensi :
? Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik
? Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
? Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas
? Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
? Pantau masukan dan pengeluaran
? Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung
? Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.
? Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur
? Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer).
Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan penyembuhan.
Kriteria Hasil :
Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
Intervensi :
? Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge, frekuensi ganti balut.
? Kaji tanda vital
? Kaji adanya nyeri
? Lakukan perawatan luka
? Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.
? Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

4. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan
Tujuan : pasien tidak mengalami injury
Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami injury
Intervensi :
? Hindarkan lantai yang licin.
? Gunakan bed yang rendah.
? Orientasikan klien dengan ruangan.
? Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
? Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi


DAFTAR PUSTAKA

Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani, Jakarta:EGC, 1997.

Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.

Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih, Jakarta : EGC, 1997.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.

Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.

Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2002

DEPRESI

DEPRESI



• MASALAH UTAMA Gangguan alam perasaan: depresi.

• PROSES TERJADINYA MASALAH

Depresi adalah suatu jenis alam perasaan atau emosi yang disertai komponen psikologik : rasa susah, murung, sedih, putus asa -dan tidak bahagia, serta komponen somatik: anoreksia, konstipasi, kulit lembab (rasa dingin), tekanan darah dan denyut nadi sedikit menurun.

Depresi merupakan gangguan alam perasaan yang berat dan dimanifestasikan dengan gangguan fungsi social dan fungsi fisik yang hebat, lama dan menetap pada individu yang bersangkutan.

Depresi disebabkan oleh banyak faktor antara lain : faktor heriditer dan genetik, faktor konstitusi, faktor kepribadian pramorbid, faktor fisik, faktor psikobiologi, faktor neurologik, faktor biokimia dalam tubuh, faktor keseimbangan elektrolit dan sebagai­nya.

Depresi biasanya dicetuskan oleh trauma fisik seperti penyakit infeksi, pembedah­an, kecelakaan, persalinan dan sebagainya, serta faktor psikik seperti kehilangan kasih sayang atau harga diri dan akibat kerja keras.

Depresi merupakan reaksi yang normal bila berlangsung dalam waktu yang pendek dengan adanya faktor pencetus yang jelas, lama dan dalamnya depresi sesuai dengan faktor pencetusnya. Depresi merupakan gejala psikotik bila keluhan yang bersangkutan tidak sesuai lagi dengan realitas, tidak dapat menilai realitas dan tidak dapat dimengerti oleh orang lain.







MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI

• Gangguan alam perasaan: depresi

• Data subyektif:

Tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas berbicara.Sering mengemukakan keluhan somatic seperti ; nyeri abdomen dan dada, anoreksia, sakit punggung,pusing. Merasa dirinya sudah tidak berguna lagi, tidak berarti, tidak ada tujuan hidup, merasa putus asa dan cenderung bunuh diri. Pasien mudah tersinggung dan ketidakmampuan untuk konsentrasi.



• Data obyektif:

Gerakan tubuh yang terhambat, tubuh yang melengkung dan bila duduk dengan sikap yang merosot, ekspresi wajah murung, gaya jalan yang lambat dengan lang­kah yang diseret.Kadang-kadang dapat terjadi stupor. Pasien tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur dan sering me­nangis. Proses berpikir terlambat, seolah-olah pikirannya kosong, konsentrasi tergang­gu, tidak mempunyai minat, tidak dapat berpikir, tidak mempunyai daya khayal Pada pasien psikosa depresif terdapat perasaan bersalah yang mendalam, tidak masuk akal (irasional), waham dosa, depersonalisasi dan halusinasi. Kadang-kadang pasien suka menunjukkan sikap bermusuhan (hostility), mudah tersinggung (irritable) dan tidak suka diganggu. Pada pasien depresi juga mengalami kebersihan diri kurang dan keterbelakangan psikomotor.

• Koping maladaptif

• DS : Menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan.

• DO : Nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls.

Mekanisme koping yang digunakan adalah denial dan supresi yang berlebihan .



• DIAGNOSA KEPERAWATAN

• Resiko mencederai diri berhubungan dengan depresi.

• Gangguan lam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptif.



• RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

• Tujuan umum: Klien tidak mencederai diri.

• Tujuan khusus

• Klien dapat membina hubungan saling percaya

Tindakan:

• Perkenalkan diri dengan klien dengan cara menyapa klien dengan ramah, baik verbal dan non verbal, selalu kontak mata selama interaksi dan perhatikan kebutuhan dasar klien.

• Lakukan interaksi dengan pasien sesering mungkin dengan sikap empati

• Dengarkan pemyataan pasien dengan sikap sabar empati dan lebih banyak memakai bahasa non verbal. Misalnya: memberikan sentuhan, anggukan.

• Perhatikan pembicaraan pasien serta beri respons sesuai dengan keinginannya

• Bicara dengan nada suara yang rendah, jelas, singkat, sederhana dan mudah dimengerti

• Terima pasien apa adanya tanpa membandingkan dengan orang lain.



• Klien dapat menggunakan koping adaptif

• Beri dorongan untuk mengungkapkan perasaannya dan mengatakan bahwa perawat memahami apa yang dirasakan pasien.

• Tanyakan kepada pasien cara yang biasa dilakukan mengatasi perasaan sedih/menyakitkan

• Diskusikan dengan pasien manfaat dari koping yang biasa digunakan

• Bersama pasien mencari berbagai alternatif koping.

• Beri dorongan kepada pasien untuk memilih koping yang paling tepat dan dapat diterima

• Beri dorongan kepada pasien untuk mencoba koping yang telah dipilih

• Anjurkan pasien untuk mencoba alternatif lain dalam menyelesaikan masalah.



• Klien terlindung dari perilaku mencederai diri

Tindakan:

• Pantau dengan seksama resiko bunuh diri/melukai diri sendiri.

• Jauhkan dan simpan alat-alat yang dapat digunakan olch pasien untuk mencederai dirinya/orang lain, ditempat yang aman dan terkunci.

• Jauhkan bahan alat yang membahayakan pasien.

• Awasi dan tempatkan pasien di ruang yang mudah dipantau oleh peramat/petugas.



4. Klien dapat meningkatkan harga diri

Tindakan:

4.1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.

4.2. Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.

4.3. Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal: hubungan antar sesama, k eyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).



5. Klien dapat menggunakan dukungan sosial

Tindakan:

5.1. Kaji dan manfaatkan sumber-sumber ekstemal individu (orang-orang terdekat, tim pelayanan kesehatan, kelompok pendukung, agama yang dianut).

5.2. Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan, kepercayaan agama).

5.3. Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal : konseling pemuka agama).



• Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat

Tindakan:

6.1. Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat).

6.2. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat, dosis, cara, waktu).

6.3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan.

6.4. Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar

askep sinusitis

SINUSITIS


DEFINISI :
Sinusitis adalah : merupakan penyakit infeksi sinus yang disebabkan oleh kuman atau virus.

ETIOLOGI
a. Rinogen
Obstruksi dari ostium Sinus (maksilaris/paranasalis) yang disebabkan oleh :
• Rinitis Akut (influenza)
• Polip, septum deviasi
b. Dentogen
Penjalaran infeksidari gigi geraham atas
Kuman penyebab :
- Streptococcus pneumoniae
- Hamophilus influenza
- Steptococcus viridans
- Staphylococcus aureus
- Branchamella catarhatis




PATOFISILOLOGI







GEJALA KLINIS :
a. Febris, filek kental, berbau, bisa bercampur darah
b. Nyeri :
- Pipi : biasanya unilateral
- Kepala : biasanya homolateral, terutama pada sorehari
- Gigi (geraham atas) homolateral.
c. Hidung :
- buntu homolateral
- Suara bindeng.
CARA PEMERIKSAAN
a. Rinoskopi anterior :
- Mukosa merah
- Mukosa bengkak
- Mukopus di meatus medius.
b. Rinoskopi postorior
- mukopus nasofaring.
c. Nyeri tekan pipi yang sakit.
d. Transiluminasi : kesuraman pada ssisi yang sakit.
e. X Foto sinus paranasalis
- Kesuraman
- Gambaran “airfluidlevel”
- Penebalan mukosa

PENATALAKSANAAN :
a. Drainage
- Medical :
* Dekongestan lokal : efedrin 1%(dewasa) ½%(anak)
* Dekongestan oral :Psedo efedrin 3 X 60 mg
- Surgikal : irigasi sinus maksilaris.
b. antibiotik diberikan dalam 5-7 hari (untk akut) yaitu :
- ampisilin 4 X 500 mg
- amoksilin 3 x 500 mg
- Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet
- Diksisiklin 100 mg/hari.
c. Simtomatik
- parasetamol., metampiron 3 x 500 mg.
d. Untuk kromis adalah :
- Cabut geraham atas bila penyebab dentogen
- Irigasi 1 x setiap minggu ( 10-20)
- Operasi Cadwell Luc bila degenerasi mukosa ireversibel (biopsi)

TINJAUAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN :
1. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,,
2. Riwayat Penyakit sekarang :
3. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh nyeri kepala sinus, tenggorokan.
4. Riwayat penyakit dahulu :
- Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
- Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
- Pernah menedrita sakit gigi geraham

5. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.

6. Riwayat spikososial
a. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih0
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
7. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksanahidup sehat
- Untuk mengurangi flu biasanya klien menkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping
b. Pola nutrisi dan metabolisme :
- biasanya nafsumakan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung
c. Pola istirahat dan tidur
- selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek
d. Pola Persepsi dan konsep diri
- klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsepdiri menurun
e. Pola sensorik
- daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).

8. Pemeriksaan fisik
a. status kesehatan umum : keadaan umum , tanda viotal, kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data focus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).

Data subyektif :
1. Observasi nares :
a. Riwayat bernafas melalui mulut, kapan, onset, frekwensinya
b. Riwayat pembedahan hidung atau trauma
c. Penggunaan obat tetes atau semprot hidung : jenis, jumlah, frekwensinyya , lamanya.

2. Sekret hidung :
a. warna, jumlah, konsistensi secret
b. Epistaksis
c. Ada tidaknya krusta/nyeri hidung.

3. Riwayat Sinusitis :
a. Nyeri kepala, lokasi dan beratnya
b. Hubungan sinusitis dengan musim/ cuaca.
4. Gangguan umum lainnya : kelemahan

Data Obyektif
1. Demam, drainage ada : Serous
Mukppurulen
Purulen
2. Polip mungkin timbul dan biasanya terjadi bilateral pada hidung dan sinus yang mengalami radang  Pucat, Odema keluar dari hidng atau mukosa sinus
3. Kemerahan dan Odema membran mukosa
4. Pemeriksaan penunjung :
a. Kultur organisme hidung dan tenggorokan
b. Pemeriksaan rongent sinus.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri : kepala, tenggorokan , sinus berhubungan dengan peradangan pada hidung
2. Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis(irigasi sinus/operasi)
3. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan dengan obstruksi /adnya secret yang mengental
4. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan hiidung buntu., nyeri sekunder peradangan hidung
5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nafus makan menurun sekunder dari peradangan sinus
6. Gangguan konsep diri berhubungan dengan bau pernafasan dan pilek

PERENCANAAN
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung
Tujuan : Nyeri klien berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
- Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
- Klien tidak menyeringai kesakitan

INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji tingkat nyeri klien


b. Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya


c. Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi


d. Observasi tanda tanda vital dan keluhan klien
e. Kolaborasi dngan tim medis :
1) Terapi konservatif :
- obat Acetaminopen; Aspirin, dekongestan hidung
- Drainase sinus
2) Pembedahan :
- Irigasi Antral :
Untuk sinusitis maksilaris
- Operasi Cadwell Luc. a. Mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan tindakan selanjutnya
b. Dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk mengurangi nyeri
c. Klien mengetahui tehnik distraksi dn relaksasi sehinggga dapat mempraktekkannya bila mengalami nyeri
d. Mengetahui keadaan umum dan perkembangan kondisi klien.
e. Menghilangkan /mengurangi keluhan nyeri klien

2. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis (irigasi/operasi)
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
Kriteria :
- Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya
- Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji tingkat kecemasan klien
b. Berikan kenyamanan dan ketentaman pada klien :
- Temani klien
- Perlihatkan rasa empati( datang dengan menyentuh klien )
c. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang seta gunakan kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti
d. Singkirkan stimulasi yang berlebihan misalnya :
- Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang
- Batasi kontak dengan orang lain /klien lain yang kemungkinan mengalami kecemasan
e. Observasi tanda-tanda vital.

f. Bila perlu , kolaborasi dengan tim medis a. Menentukan tindakan selanjutnya
b. Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan



c. Meingkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut sehingga klien lebih kooperatif

d. Dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan akan meningkatkan ketenangan klien.




e. Mengetahui perkembangan klien secara dini.
f. Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien

3. Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi (penumpukan secret hidung) sekunder dari peradangan sinus
Tujuan : Jalan nafas efektif setelah secret (seous,purulen) dikeluarkan
Kriteria :
- Klien tidak bernafas lagi melalui mulut
- Jalan nafas kembali normal terutama hidung
INTERVENSI RASIONAL
a. kaji penumpukan secret yang ada

b. Observasi tanda-tanda vital.

c. Koaborasi dengan tim medis untuk pembersihan sekret a. Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya
b. Mengetahui perkembangan klien sebelum dilakukan operasi
c. Kerjasama untuk menghilangkan penumpukan secret/masalah

4. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nafus makan menurun sekunder dari peradangan sinus
Tujuan : kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi
Kriteria :
- Klien menghabiskan porsi makannya
- Berat badan tetap (seperti sebelum sakit ) atau bertambah
INTERVENSI RASIONAL
a. kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi klien
b. Jelaskan pentingnya makanan bagi proses penyembuhan

c. Catat intake dan output makanan klien.
d. Anjurkan makan sediki-sedikit tapi sering

e. Sajikan makanan secara menarik a. Mengetahui kekurangan nutrisi kliem
b. Dengan pengetahuan yang baik tentang nutrisi akan memotivasi meningkatkan pemenuhan nutrisi
c. Mengetahui perkembangan pemenuhan nutrisi klien
d. Dengan sedikit tapi sering mengurangi penekanan yang berlebihan pada lambung
e. Mengkatkan selera makan klien

5. Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung buntu, nyeri sekunder dari proses peradangan
Tujuan : klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman
Kriteria :
- Klien tidur 6-8 jam sehari
INTERVENSI RASIONAL
a. kaji kebutuhan tidur klien.


b. ciptakan suasana yang nyaman.
c. Anjurkan klien bernafas lewat mulut
d. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat a. Mengetahui permasalahan klien dalam pemenuhan kebutuhan istirahat tidur
b. Agar klien dapat tidur dengan tenang
c. Pernafasan tidak terganggu.
d. Pernafasan dapat efektif kembali lewat hidung













DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M. G. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3 EGC, Jakarta 2000

Lab. UPF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan tenggorokan FK Unair, Pedoman diagnosis dan Terapi Rumah sakit Umum Daerah dr Soetom FK Unair, Surabaya
Prasetyo B, Ilmu Penyakit THT, EGC Jakarta

ASKEP APENDISITIS

ASKEP APENDISITIS


Pengertian

Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks ( Anonim, Apendisitis, 2007)

Klasifikasi

Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :
Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.

Anatomi dan Fisiologi Appendiks merupakan organ yang kecil dan vestigial (organ yang tidak berfungsi) yang melekat sepertiga jari.

Letak apendiks.
Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat.

Ukuran dan isi apendiks.
Panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin.

Posisi apendiks.
Laterosekal: di lateral kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen. Pelvis minor.

Etiologi

Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi pada lumen apendiks ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras ( fekalit), hipeplasia jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur. Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi lumen apendiks adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid. (Irga, 2007)

Patofisiologi

Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekolit (massa keras dari faeces) atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus.

Manifestasi Klinik

Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius.
Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok. (Anonim, Apendisitis, 2007)

Pemeriksaan diagnostik

Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah: Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah. Muntah oleh karena nyeri viseral. Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus).
Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.

Pemeriksaan yang lain Lokalisasi.
Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut, tetapi paling terasa nyeri pada daerah titik Mc. Burney. Jika sudah infiltrat, lokal infeksi juga terjadi jika orang dapat menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti ada tumor di titik Mc. Burney.

Test rektal.
Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
Pemeriksaan laboratorium Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang.
Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal. Pemeriksaan radiologi Pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.

Penatalaksanaan

Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendektomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
Apendektomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Konsep Asuhan Keperawatan Sebelum operasi dilakukan klien perlu dipersiapkan secara fisik maupun psikis, disamping itu juga klien perlu diberikan pengetahuan tentang peristiwa yang akan dialami setelah dioperasi dan diberikan latihan-latihan fisik (pernafasan dalam, gerakan kaki dan duduk) untuk digunakan dalam periode post operatif. Hal ini penting oleh karena banyak klien merasa cemas atau khawatir bila akan dioperasi dan juga terhadap penerimaan anastesi.

Untuk melengkapi hal tersebut, maka perawat di dalam melakukan asuhan keperawatan harus menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

Pengkajian
Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.
Identitas penanggung Riwayat kesehatan sekarang.
Keluhan utama Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.
Sifat keluhan Nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai Biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas. Riwayat kesehatan masa lalu Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang Pemeriksaan fisik Keadaan umum Klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
Berat badan Sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
Sirkulasi : Klien mungkin takikardia. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal. Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.
Nyeri/kenyamanan Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
Keamanan Demam, biasanya rendah.
Data psikologis Klien nampak gelisah.
Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang.

Diagnosa keperawatan

Resiko berkurangnya volume cairan berhubungan dengan adanya mual dan muntah.
Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh.
Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal.
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan informasi kurang.
Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan

Intervensi keperawatan .

Rencana tujuan dan intervensi disesuaikan dengan diagnosis dan prioritas masalah keperawatan.
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya rasa mual dan muntah, ditandai dengan : Kadang-kadang diare. Distensi abdomen. Tegang. Nafsu makan berkurang. Ada rasa mual dan muntah. Tujuan : Mempertahankan keseimbangan volume cairan dengan kriteria : Klien tidak diare. Nafsu makan baik. Klien tidak mual dan muntah.

Intervensi : Monitor tanda-tanda vital.
Rasional : Merupakan indicator secara dini tentang hypovolemia.

Monitor intake dan out put dan konsentrasi urine.
Rasional : Menurunnya out put dan konsentrasi urine akan meningkatkan kepekaan/endapan sebagai salah satu kesan adanya dehidrasi dan membutuhkan peningkatan cairan.

Beri cairan sedikit demi sedikit tapi sering.
Rasional : Untuk meminimalkan hilangnya cairan.

Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh, ditandai dengan : Suhu tubuh di atas normal. Frekuensi pernapasan meningkat. Distensi abdomen. Nyeri tekan daerah titik Mc. Burney Leuco > 10.000/mm3 Tujuan : Tidak akan terjadi infeksi dengan kriteria : Tidak ada tanda-tanda infeksi post operatif (tidak lagi panas, kemerahan).

Intervensi : Bersihkan lapangan operasi dari beberapa organisme yang mungkin ada melalui prinsip-prinsip pencukuran.
Rasional : Pengukuran dengan arah yang berlawanan tumbuhnya rambut akan mencapai ke dasar rambut, sehingga benar-benar bersih dapat terhindar dari pertumbuhan mikro organisme.

Beri obat pencahar sehari sebelum operasi dan dengan melakukan klisma.
Rasional : Obat pencahar dapat merangsang peristaltic usus sehingga bab dapat lancar. Sedangkan klisma dapat merangsang peristaltic yang lebih tinggi, sehingga dapat mengakibatkan ruptura apendiks.

Anjurkan klien mandi dengan sempurna.
Rasional : Kulit yang bersih mempunyai arti yang besar terhadap timbulnya mikro organisme.

HE tentang pentingnya kebersihan diri klien.
Rasional : Dengan pemahaman klien, klien dapat bekerja sama dalam pelaksaan tindakan.

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal, ditandai dengan : Pernapasan tachipnea. Sirkulasi tachicardia. Sakit di daerah epigastrum menjalar ke daerah Mc. Burney Gelisah. Klien mengeluh rasa sakit pada perut bagian kanan bawah.
Tujuan : Rasa nyeri akan teratasi dengan kriteria : Pernapasan normal. Sirkulasi normal.

Intervensi : Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karasteristik nyeri.
Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan indiaktor secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya.

Anjurkan pernapasan dalam.
Rasional : Pernapasan yang dalam dapat menghirup O2 secara adekuat sehingga otot-otot menjadi relaksasi sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.

Lakukan gate control.
Rasional : Dengan gate control saraf yang berdiameter besar merangsang saraf yang berdiameter kecil sehingga rangsangan nyeri tidak diteruskan ke hypothalamus.

Beri analgetik.
Rasional : Sebagai profilaksis untuk dapat menghilangkan rasa nyeri (apabila sudah mengetahui gejala pasti).

Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan informasi kurang. Gelisah. Wajah murung. Klien sering menanyakan tentang penyakitnya. Klien mengeluh rasa sakit. Klien mengeluh sulit tidur
Tujuan : Klien akan memahami manfaat perawatan post operatif dan pengobatannya.

Intervensi : Jelaskan pada klien tentang latihan-latihan yang akan digunakan setelah operasi.
Rasional : Klien dapat memahami dan dapat merencanakan serta dapat melaksanakan setelah operasi, sehingga dapat mengembalikan fungsi-fungsi optimal alat-alat tubuh.

Menganjurkan aktivitas yang progresif dan sabar menghadapi periode istirahat setelah operasi.
Rasional : Mencegah luka baring dan dapat mempercepat penyembuhan.

Disukusikan kebersihan insisi yang meliputi pergantian verband, pembatasan mandi, dan penyembuhan latihan.
Rasional : Mengerti dan mau bekerja sama melalui teraupeutik dapat mempercepat proses penyembuhan.

Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun. Nafsu makan menurun Berat badan menurun Porsi makan tidak dihabiskan Ada rasa mual muntah
Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri

Intervensi : Kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi klien
Rasional : menganalisa penyebab melaksanakan intervensi.

Perkirakan / hitung pemasukan kalori, jaga komentar tentang nafsu makan sampai minimal
Rasional : Mengidentifikasi kekurangan / kebutuhan nutrisi berfokus pada masalah membuat suasana negatif dan mempengaruhi masukan.

Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional : Mengawasi keefektifan secara diet.

Beri makan sedikit tapi sering
Rasional : Tidak memberi rasa bosan dan pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan.

Anjurkan kebersihan oral sebelum makan
Rasional : Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan

Tawarkan minum saat makan bila toleran.
Rasional : Dapat mengurangi mual dan menghilangkan gas.

Konsul tetang kesukaan/ketidaksukaan pasien yang menyebabkan distres.
Rasional : Melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien memiliki rasa kontrol dan mendorong untuk makan.

Memberi makanan yang bervariasi
Rasional : Makanan yang bervariasi dapat meningkatkan nafsu makan klien.

Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan. Kuku nampak kotor Kulit kepala kotor Klien nampak kotor
Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri

Intervensi : Mandikan pasien setiap hari sampai klien mampu melaksanakan sendiri serta cuci rambut dan potong kuku klien.
Rasional : Agar badan menjadi segar, melancarkan peredaran darah dan meningkatkan kesehatan.

Ganti pakaian yang kotor dengan yang bersih.
Rasional : Untuk melindungi klien dari kuman dan meningkatkan rasa nyaman

Berikan HE pada klien dan keluarganya tentang pentingnya kebersihan diri.
Rasional : Agar klien dan keluarga dapat termotivasi untuk menjaga personal hygiene.

Berikan pujian pada klien tentang kebersihannya.
Rasional : Agar klien merasa tersanjung dan lebih kooperatif dalam kebersihan

Bimbing keluarga / istri klien memandikan
Rasional : Agar keterampilan dapat diterapkan

Bersihkan dan atur posisi serta tempat tidur klien.
Rasional : Klien merasa nyaman dengan tenun yang bersih serta mencegah terjadinya infeksi.

Implementasi

Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata berupa serangkaian kegiatan sistimatis berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil yang optimal. Pada tahap ini perawat menggunakan segala kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik secara umum maupun secara khusus pada klien post apendektomi. Pada pelaksanaan ini perawat melakukan fungsinya secara independen, interdependen dan dependen.
Pada fungsi independen adalah mencakup dari semua kegiatan yang diprakarsai oleh perawat itu sendiri sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya Pada fungsi interdependen adalah dimana fungsi yang dilakukan dengan bekerja sama dengan profesi/disiplin ilmu yang lain dalam keperawatan maupun pelayanan kesehatan, sedangkan fungsi dependen adalah fungsi yang dilaksanakan oleh perawat berdasarkan atas pesan orang lain.

Evaluasi.

Untuk mengetahui pencapaian tujuan dalam asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada klien perlu dilakukan evaluasi dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut : Apakah klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh?. Apakah klien dapat terhidar dari bahaya infeksi?. Apakah rasa nyeri akan dapat teratasi?. Apakah klien sudah mendapat informasi tentang perawatan dan pengobatannya.

Sumber :
1.Doenges, Marylinn E. (2000), Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.
2.Henderson, M.A. (1992), Ilmu Bedah Perawat, Yayasan Mesentha Medica, Jakarta.
3.Schwartz, Seymour, (2000), Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta. 4.Smeltzer, Suzanne C, (2001), Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Volume 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Gangguan isolasi sosial : manarik diri

LAPORAN PENDAHULUAN I

I. Kasus (Masalah Utama)
Gangguan isolasi sosial : manarik diri

II. Proses terjadinya masalah
A. Core Problem
1. Definisi
Perilaku menarik diri adalah klien ingin lari dari kenyataan tetapi karena tidak mungkin, maka klien menghindari atau lari secara emosional sehinga klien jadi pasif, tergantung, tidak ada motivasi dan tidak ada keinginan untuk berperan (Budi Ana Keliat, 1992).
2. Tanda dan Gejala
a. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
b. Menghidar dari orang lain (menyendiri)
Klien tampak memisahkan diri dari orang lain misalnya pada saat makan.
c. Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri.
d. Komunikasi kurang / tidak ada.
Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain / perawat.
e. Tidak ada kontak mata : klienlebih sering menunduk.
f. Mengurung diri di kamar / tempat terpisah, klien kurang dalam mobilitas.
g. Menolak berhubungan dengan orang lain.
h. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.
B. Penyebab
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Tanda dan Gejala
Klien yang gagal dalam mencapai suatu keinginan atau gagal dalam tujuan akan merasa bahwa ia tidak berharga dant idak berguna, keadaan tersebut akan membuat individu takut salah untuk berbuat sesuatu, pesimis atau rasa tidak percaya diri, hal ini menimbulkan dampak perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain dan akan menghindari dari orang lain atau menarik diri.
C. Akibat
Resiko mencederai diri : bunuh diri
Tanda dan Gejala :
Klien dengan menarik diri disebabkan oleh adanya pengalaman yang tidak menyenangkan bagi pasien, seperti kegagalan atau kehiilangan atau karena perpisahan yang lama dengan orang terdekat.

III. A. Pohon Masalah
Resiko mencedarai diri : bunuh diri
Ganguan isolasi sosial : menarik diri
Gangguan konsep diri : harga diri rendah

B. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
1. Resiko mencederai diri : bunuh diri
Data yang dikaji :
a. ada ide-ide / usaha bunuh diri
b. ingin mengakhiri kehidupan
c. mudah marah
d. gelisah
e. mengisolasi diri dengan membatasi hubungannya dengan orang lain
f. merasa tidak berguna.
2. Isolasi sosial : menarik diri
Data yang perlu dikaji :
a. lebih banyak diam
b. lebih suka menyendiri / hubungan interpersonal yang kurang
c. personal hygiene kurang
d. merasa tidak nyaman di antara orang
e. tidak cukupnya ketrampilan sosial
f. berkurangnya frekuensi, jumlah dan spontanitas dalam berkomunikasi.
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Data yang perlu dikaji
a. perasaan rendah diri
b. pikiran mengalah
c. mengkritik diri sendiri
d. kurang terlibat dalam hubungan sosial
e. meremehkan kekuatan / kemampuan diri
f. menyalahkan diri sendiri
g. perasaan putus asa dan tidak berdaya.

IV. Diagnosa Keperawatan
1. Resti mencederai diri : bunuh diri berhubungan dengan menarik diri.
2. Gangguan sosial menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.

V. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa I : Resti mencederai diri : bunuh diri berhubungan dengan menarik diri.
TUM : Klien tidak mencederai diri sendiri.
TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
a. Kriteria evaluasi
1.1. ekspresi wajah klien bersahabat
1.2. klien menunjukkan rasa senang
1.3. ada kontak mata
1.4. klien mau mengutarakan masalah yang dihadapi
b. Intervensi
1.1.1. sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun non verbal
1.1.2. perkenalkan diri dengan sopan
1.1.3. tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
1.1.4. jelaskan tujuan pertemuan
1.1.5. jujur dan menepati janji
1.1.6. tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
TUK 2 : Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri.
a. Kriteria evaluasi
2.1. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri yang berasal dari :
- diri sendiri
- orang lain
- lingkungan
b. Intervensi
2.1.1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya.
2.1.2. Berikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul.
2.1.3. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta penyebab muncul.
2.1.4. Berikan pujian terhadap kemampuan klien dalam mengungkapkan perasaannya.
TUK 3 : Klien dapat menyebutkan kuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
a. Kriteria evaluasi
3.1. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain.
3.2. Klien dapat menyebutkan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
b. Intervensi
3.1.1. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang lain.
3.1.2. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.
3.1.3. Diskusikan bersama klien tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.
3.1.4. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.
3.2.1. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.
3.2.2. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.
3.2.3. Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
3.2.4. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
TUK 4 : Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap.
a. Kriteria evaluasi
4.1. Klien dapat mendemonstrasikan hubungan sosial secara bertahap antara:
K – P
K – P – K
K – P – Kel
K – P – Klp
b. Intervensi
4.1.1. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain.
4.1.2. Dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap :
K – P
K – P – P lain
K – P – P lain – K lain
K – P – Kel / Masy.
4.1.3. Beri reinforcement terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
4.1.4. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan.
4.1.5. Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu.
4.1.6. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
TUK 5 : Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain.
a. Kriteria evaluasi
5.1. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain untuk :
- diri sendiri
- orang lain
b. Intervensi
5.1.1. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain.
5.1.2. Diskusikan dengan klien tentang perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain.
5.1.3. Beri reinforcement positif atau kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain.
TUK 6 : Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga mampu mengembangkan kemampuan klien untuk berhubungan dengan orang lain.
a. Kriteria evaluasi
6.1. Keluarga dapat :
- menjelaskan perasaannya
- menjelaskan cara merawat klien menarik diri
- mendemonstrasikan cara perawatan klien menarik diri
- berpartisipasi dalam perawatan klien menarik diri
b. Intervensi
6.1.1. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
- salam, perkenalkan diri
- sampaikan tujuan
- buat kontrak
- eksplorasi perasaan keluarga.
6.1.2. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang perilaku penyebab serta akibat perilaku menarik diri.
6.1.3. Dorong anggota keluarga untuk memberi dukungan kepada klien untuk berkomunikasi dengan orang lain.
6.1.4. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien minim satu kali seminggu.
TUK 7 : Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat.
a. Kriteria evaluasi
7.1. Klien dapat menyebutkan manfaat, dosis dan efek samping obat.
7.2. Klien dapat mendemonstrasikan dan tahu tentang manfaat dan efek samping dan penggunaan obat dengan benar.
7.3. Klien memahami akibat berhentinya minum obat tanpa konsultasi.
b. Intervesi :
7.1.1. Diskusikan dengan klien tentang dosis, frekuensi dan manfaat obat serta efek sampingnya.
7.1.2 Anjurkan klien untuk minta sendiri obat kepada perawat dan merasakan manfaatnya.
7.1.3. Anjurkan klien berbicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping yang dirasakan.
7.1.4. Diskusikan akibat tidak minum obat tanpa konsultasi.










STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN I

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Klien lebih suka menyendiri di tempat tidurnya, ekspresi wajah seidh, tidak mau kontak dengan yang lain, lebih banyak diam, kontak mata singkat.
2. Diagnosa keperawatan
Resti mencederai diri, bunuh diri berhubungan dengan menarik diri.
3. Tujuan khusus
TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
TUK 2 : Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri.
4. Tindakan keperawatan
TUK 1 :
a. Sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun non verbal
b. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
c. Jujur dan menepati janji
d. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
e. Berikan perhatian terhadap klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
TUK 2 :
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya.
b. Berikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul.
c. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta penyebab muncul.
d. Berikan pujian terhadap kemampuan klien dalam mengungkapkan perasaannya.







B. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase oreientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi Mbak, perkenalkan nama saya Sri Sundari, saya biasa di panggil Ndari, nama Mbak siapa? Baiklah Mbak, disini saya akan menemani Mbak, saya akan duduk di samping Mbak, jika ingin mengatakan sesuatu saya siap mendengarkan”.
b. Evaluasi / validasi
“Bagaimana perasaan Mbak hari ini? Saya ingin sekali membantu Mbak menghadapi masalah dan saya harap Mbak mau bekerja sama dengan saya, Mbak boleh saya tahu apa yang terjadi di rumah sehingga Mbak sampai dibawa kemari? Bagaimana kalau hari ini kita berbicara tentang kebiasaan Mbak yang lebih suka menyendiri, Mbak bersediakan?”.
c. Kontrak
“Berapa lama kita akan berbincang-bincang?”
“Dimana tempat yang Mbak sukai?”
“Baiklah kita berbicara di tempat tidur saja, berapa lama? Bagaimana kalau 30 menit?”
“Baiklah jadi kita akan ngobrol-ngobrol tentang kebiasaan Mbak yang lebih suka menyendiri selama 30 menit?”
2. Fase Kerja
“Biasanya kalau jam-jam seperti ini apa yang Mbak lakukan di sini atau di rumah?”
“Bagaimana perasaan Mbak berdiam diri di kamar?”
“Apa yang menyebabkan Mbak berdiam diri di kamar?”
“Jika Mbak berdiam diri di kamar apa yang Mbak lakukan dan pikirkan?”
“Jadi apa saja tanda-tanda kalau Mbak enggan berhubungan dengan orang lain?”



3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
“Apa yang Mbak rasakan setelah kita berbincang-bincang selama 30 menit tadi?”
“Bisa Mbak ulangi lagi apa yang telah kita bicarakan tadi?”
b. Rencana tindak lanjut
“Setelah ini kita akan bicara mengenai keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain”.
c. Kontrak
“Baiklah Mbak, waktu kita sudah habis, bagaimana kalau kita cukupka sampai di sini, kira-kira jam berapa kita besok bertemu lagi? Tempatnya dimana?”
“Baiklah jam 11 kita akan bertemu di sini lagi selama 15 menit.”


















STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN II

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien banyak diam di tempat tidurnya, menyendiri, tidak mau kontak dengan yang lain, kontak mata ada.
2. Diagnosa Keperawatan
Resti mencederai diri : bunuh diri berhubungan dengan menarik diri.
3. Tujuan Khusus
Tuk 3 : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
4. Tindakan Keperawatan
Tuk 3 :
1. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang lain.
2. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.
3. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
4. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.
5. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.
6. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.
7. Diskusikan bersama klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.
8. beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.


B. Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi mbak, mbak masih ingat dengan saya ? coba sebutkan siapa nama saya, bagus ternyata mbak masih ingat.”
b. Evaluasi/ validasi
“Mbak kelihatannya segar dan semangat hari ini, bagaimana perasaan Mbak pagi ini ?”
c. Kontrak
“Kemaren kita sudah berbicara mengenai hal yang menyebabkan bapak sering menyendiri di kamar. Nah, sekarang sesuai dengan janji kita, kita sekarang akan berbincang-bincang mengenai keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain selama 20 menit, bagaimana Mbak bisa kita mulai sekarang ?”
2. Fase Kerja
“Coba mbak sebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain.”
“Bagus, ternyata mbak lebih pintar daari saya”
“Sekarang coba mbak sebutkan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.”
“Bagaimana jika mbak ngobrol-ngobrol dengan yang lain sekarang?”
“Bagaimana kalau saya beri contoh cara berkenalan dengan orang lain?”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
“Apa yang mbak rasakan setelah kita berbincang-bincang selama 20 menit tadi?”
“Coba mbak ulangi lagi, sebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.”
b. Rencana tindak lanjut
“setelah ini, silahkan mbak coba berkenalan dengan orang lain, paling tidak mbak tahu nama dan asal teman baru mbak.”

c. Kontrak
“Baiklah mbak waktu kita sudah habis, sudah 20 menit kita berbincang-bincang.”
“Kira-kira kapan kita akan bertemu lagi ? tempatnya di mana ? dan apa yang akan kita bahas ?”
“Baiklah bagaimana kalau kita bertemu lagi jam 13.00, kita akan berbincang-bincang di tempat ini lagi selama 30 menit, untuk membahas kegiatan dan perasaan mbak setelah berkenalan dengan orang lain.”























STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN III

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien lebih suka menyendiri, diam, kontak mata ada, klien tidak mau kontak dengan yang lain.
2. Diagnosa Keperawatan
Resti mencederai diri : bunuh diri berhubungan dengan menarik diri.
3. Tujuan Khusus
Tuk 4 : klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap.
Tuk 5 : klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain.
4. Tindakan Keperawaatan
Tuk 4 :
1. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain.
2. Dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain.
3. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
4. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan.
5. Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu.
6. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan mangan.
7. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dan kegiatan mangan.
Tuk 5:
1. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain.
2. Diskusikan dengan klien tentang perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain.
3. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain.


B. Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi mbak, kelihatannya mbak senang hari ini, mbak sudah makan?”
b. Evaluasi/ validasi
“Bagaimana mbak, sudah berkenalan atau sudah ngobrol-ngobrol dengan kenalan baru mbak ?”
“Kalau boleh saya tahu siapa namanya ? asalnya dari mana ? bagus sekali mbak sudah ingat nama dan asal teman baru mbak.”
c. Kontrak
“Tadi sudah beerkenalan dengan teman baru mbak, bagaimana kalau kita berbicara tentang teman baru mbak dan peerasaan mbah setelah berkenalan atau berhubungan dengan teman baru mbak.” Sesuai dengan kesepakatan kita, kita akan berbincang-bincang selama 30 menit.”
2. Fase Kerja
“Coba mbak praktekkan carra berkenalan mbak dengan teman baru mbak pada saya.”
“Setelah berkenalan, kegiatan apa yang mbak lakukan dengan teman baru mbak?”
“Setelah itu bagaimana perasaan mbak, senang atau tidak ?”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
“Bagaimana perasaan mbak sekarang setelah berhubungan dengan orang lain ?”
“Coba mbak ulangi lagi nama dan asal teman baru mbak!”
b. Rencana tindak lanjut
“baiklah saya lihat mbak sudah lelah, silahkan mbak istirahat dan besok kita lanjutkan lagi bincang-bincang kita.”


c. Kontrak
“Baiklah kita cukupkan sekian dulu, sudah 30 menit perbincangan kita kali ini, besok kita akan bincang-bincang kembali tentang cara penggunaan obat yang mbak minum dengan benar dan tepat.”



























STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN IV

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien lebih banyak diam, menyendiri, tidak mau kontak dengan yang lain.
2. Diagnosa Keperawatan
Resti mencederai diri : bunuh diri berhubungan dengan menarik diri
3. Tujuan Khusus
Tuk 7 : Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat.
4. Tindakan Keperawatan
1. Diskusi dengan klien tentang dosis, frekuensi dan manfaat obat serta efek sampingnya.
2. Anjurkan klien untuk minta sendiri obat kepada perawat dan merasakan manfaatnya.
3. Anjurkan klien berbicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping yang dirasakan.
4. Diskusikan akibat tidak minum obat tanpa konsultasi.

B. Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi mbak ? mbak ingat janji pertemuan kita ? bagus sekali ternyata mbak masih ingat dengan tepat, bahwa pagi ini kita akan kembali berbincang-bincang selama kurang lebih 15 menit.”
b. Validasi/ evaluasi
“Bagaimana perasaan mbak pagi ini ? mbak masih berteman atau ngobrol dengan teman baru mbak ? bagus sekali … mbak sudah mau bergabung dengan teman-teman mbak.”



c. Kontrak
“Baik kalau begitu sesuai kesepakatan kita bagaimana kalau pada pertemuan kita kali ini selama 15 menit kedepan kita berbincang-bincang tentang kegunaan obat yang mbak minum tiap hari.”
2. Fase Kerja
“Boleh saya tahu bagaimana cara mbak meminum obat ini ? bagus sekali, mbak sudah bisa menggunakan obat ini secara benar dan tepat, dan jangan lupa ingat nama obat dan waktu minum obat.”
“Bagus sekali mbak patuh dan taat, saya senang mbak mau mengikuti saran perawat dan dokter di sini.”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
“Bagaimana perasaan mbak setelah minum obat dan mengetahui penggunaan obat ini ?”
“Mbak tadi mengatakan bahwa obat ini dapat membantu mbak dan banyak gunanya.”
b. Rencana tindak lanjut
“Mbak haarus selalu mengingat-ingat nama obat, dosis dan cara pemberiannya, coba mbak ingat-ingat lagi ya ?”
c. Kontrak
“Kira-kira kapan ada kesempatan untuk berbincang-bincang lagi mbak ?”










LAPORAN PENDAHULUAN II

I. Kasus ( Masalah Utama )
Gangguan konsep diri; harga diri rendah

II. Proses Terjadinya Masalah
A. Core Problem
1. Definisi
Harga diri adalah penilaian tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. ( Keliat B.A , 1992 )
Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif, dapat secara langsung atau tidak langsung di ekspresikan.
2. Tanda dan gejala
a. Perasaan negatif terhadap diri sendiri
b. Hilang kepercayaan diri
c. Merasa gagal mencapai keingginan
d. Menyatakan diri tidak berharga, tidak berguna dan tidak mampu
e. Mengeluh tidak mampu melakukan peran dan fungsi sebagai mana mestinya
f. Menarik diri dari kehidupan sosial
g. Banyak diam dan sulit berkomunikasi

B. Penyebab
Koping individu tidak efektif
Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif, koping merupakan respon pertahanan individu terhadap suatu masalah. Jika koping itu tidak efektif maka individu tidak bisa mencapai harga dirinya dalam mencapai suatu perilaku.




C. Akibat
Menarik diri
Mekanisme terjadinya masalah :
Harga diri merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya, individu dengan harga diri rendah akan merasa tidak mampu , tidak berdaya, pesimis dapat menghadapi kehidupan, dan tidak percaya pada diri sendiri. Untuk menutup rasa tidak mampu individu akan banyak diam, menyendiri, tidak berkomunikasi dan menarik diri dari kehidupan sosial.

III. A. Pohon Masalah
Gangguan isolasi sosial : menarik diri
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Koping individu tidak efektif

B. Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu di Kaji
1. Isolasi sosial : menarik diri
Data yang perlu dikaji
a. Lebih banyak diam
b. Lebih suka menyendiri/ hubungan interpersonal kurang
c. Personal hygiene kurang
d. Merasa tidak nyaman diantara orang
e. Tidak cukupnya ketrampilan sosial
f. Berkurangnya frekwensi, jumlah dan spontanitas dalam berkomunikasi
2. Gangguan konsep diri harga diri rendah
Data yang perlu dikaji
a. Perasaan rendah diri
b. Pikiran mengarah
c. Mengkritik diri sendiri
d. Kurang terlibat dalam hubungan sosial
e. Meremehkan kekuatan/ kemampuan diri
f. Menyalahkan diri sendiri
g. Perasaan putus asa dan tidak berdaya.
3. Koping individu tidak efektif
a. Masalah yang di hadapi pasien (sumber koping)
b. Strategi dalam menghadapi masalah
c. Status emosi pasien

IV. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan interaksi sosial ; menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
2. Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif.

V. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa 2 : Gangguan interaksi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
TUM : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.
TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
TUK 2 : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang dimiliki.
a. Kriteria hasil :
2.1. Klien mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
- kemampuan yang dimiliki
- aspek positif keluarga
- aspek positif lingkungan yang di miliki klien.
b. Intervensi
2.1.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2.1.2. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif.
2.1.3. Utamakan memberi pujian yang realistik.

TUK 3 : Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
a. Kriteria evaluasi
3.1. Klien menilai kemampuan yang dapat digunakan.
b. Intervensi
3.1.1. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit.
3.1.2. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
TUK 4 : Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
a. Kriteria evaluasi
4.1. Klien membuat rencana kegiatan harian.
b. Intervensi
4.1.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan.
- kegiatan mandiri
- kegiatan dengan bantuan sebagian
- kegiatan yang membutuhkan bantuan total.
4.1.2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
4.1.3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
TUK 5 : Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
a. Kriteria evaluasi
5.1. Klien melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
b. Intervensi
5.1.1. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
5.1.2. Beri pujian atas keberhasilan klien.
5.1.3. Diskusikan kemungkinan, pelaksanaan di rumah.
TUK 6 : Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada :
a. Kriteria evaluasi
6.1. Klien memanfaatkan sistem pendukung yang ada di keluarga.
b. Intervensi
6.1.1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.
6.1.2. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
6.1.3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.


























STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN I

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien lebih suka menyendiri, banyak diam sulit berkomunikasi dengan teman-temannya, pandangan mata kosong.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
3. Tujuan Khusus
Tuk :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2. klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
4. Tindakan Keperawatan
1. Bina hubungan saling percaya
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Beri peerhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
b. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif
c. Utamakan memberikan pujian yang realistis

B. Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi
a. Salam tarapeutik
“Selamat pagi mbak, perkenalkan nama saya Sri Sundari, saya biasa dipanggil Ndari, nama mbak siapa ? dan panggilan apa yang mbak sukai ? Baiklah mbak, di sini saya akan menemani mbak, saya akan duduk di samping mbak, jika mbak akan mengatakan sesuatu saya siap mendengarkan.”
b. Evaluasi/ validasi
“Bagaimana perasaan mbak hari ini, saya ingin sekali ingin membantu menyelesaikan masalah mbak dan saya harap mbak mau bekerja sama dengan saya, kalau boleh saya tahu apa yang terjaadi di rumah sehingga mbak sampai dibawa kemari ?”
c. Kontrak
“Mbak bagaimana kalau hari ini kita bincang-bincang tentang kemampuan yang mbak miliki, di mana kita ngobrol mbak ? berapa lama ? baiklah bagaimana kalau kta nanti ngobrol di taman selama + 15 menit.
3. Fase Kerja
“Nah, coba mbak cari kemampuan yang bisa mbak lakukan selama sebelum sakit. Baik, apalagi mbak ?”
“Bagus sekali ternyata mbak memiliki kemampuan yang banyak sekali.”
4. Fase Terminasi
a. Evaluasi
“Apa yang mbak rasakan setelah kita bincang-bincang selama 15 menit tadi ?”
“Bisa mbak ulangi lagi apa yang telah kita bicarakan tadi ?”
b. Rencana tindak lanjut
“Setelah ini kita akan berbicara mengenai kemampuan yang masih bisa mbak gunakan selama sakit.”
c. Kontrak
“Baiklah mbak, waktu kita sudah habis bagaimana kalau kita cukupkan sampai di sini, kira-kira jam berapa kita bertemu lagi ? tempatnya di mana ?”
“Baiklah mbak bagaimana kalau kita bertemu lagi jam 11 selama + 20 menit.”

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN II

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien lebih suka menyendiri, banyak diam, kurang berkomunikasi dengan teman-temannya.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan interaksi sosial menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
3. Tujuan Khusus
Tuk 3 : klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
Tuk 4 : klien dapat ( menetapkan ) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Tuk 5 : klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
4. Tindakan Keperawatan
1. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
a. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit.
b. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya
2. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan.
- Kegiatan mandiri
- Kegiatan dengan bantuan sebagian
- Kegiatan yang membutuhkan bantuan total
b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
c. Beri contoh pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan .


3. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya
a. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
b. Beri pujian atas keberhasilan klien
c. Diskusikan tentang kemungkinan melaksanakan di rumah

B. Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi mbak, mbak masih ingat dengan saya. Coba sebutkan nama saya, bagus ternyata mbak masih ingat.”
b. Evaluasi/ validasi
“Mbak kelihatan cantik dan segar hari ini, bagaimana perasaan mbak hari ini ?”
c. Kontrak
“Kemarin kita sudah berbicaara mengenai kemampuan yang mbak miliki selama sebelum sakit, nah sekarang sesuai dengan janji kita, bagaimana kalau kita mulai pembicaraan kita mengenai kemampuan yang bisa mbak lakukan selama sakit atau di rumah sakit ini, di mana kita bicara nanti mbak ? Bagaimana kalau kita bicara di ruang tamu + 30 menit.
2. Fase Kerja
“Sekarang coba mbak ssebutkan kegiatan yang bisa mbak lakukan selama sakit.”
“Baik, apalagi mbak ?”
“Mbak punya hobi apa ? memasak atau mungkin membuat ketrampilan ?”
“Nah… ya itu tadi bisa mbak lakukan di rumah sakit ini, di sini tersedia fasilitas untuk mbak bisa menggali kemampuan mbak .”
”Masih banyak kegiatan yang bisa mbak lakukan di sini sesuai dengan bakat dan kemampuan mbak.”


3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
“Apa yang mbak rasakan setelah kita bincang-bincang selama 30 menit tadi ?”
“Bisa mbak ulangi lagi apa yang elah kita bicarakan tadi ?”
b. Rencana tindak lanjut
“Mulai saat ini coba mbak lakukan sedikit demi sedikit apa yang telah kita bicarakan tadi.”
c. Kontrak
“Baiklah mbak, waktu kita sudah habis, bagaimana kalau kita cukupkan sampai di sini, kira-kira jam berapa kita bertemu lagi ? tempatnya di mana ?”